[quote type=”center”]Perlu diluruskan adalah: tidak ada istilah sekolah inklusif. Istilah yang tepat adalah pendidikan inklusif.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]D[/dropcap]ikutip dari Permendiknas no.70 tahun 2009, sekolah dapat dikatakan sebagai sekolah penyelanggara pendidikan inklusi jika sekolah tersebut membuka ruang dan kesempatan bagi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) untuk berkesempatan belajar bersama-sama dengan siswa reguler lainnya.
Apa bedanya ?
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki ruang bagi siswa ABK untuk tidak mengikuti kurikulum yang sudah distandarkan. Guru bisa menambahkan materi, mengganti topik atau materi yang dianggap terlalu sulit dan menyederhanakan materi yang disesuaikan dengan kemampuan siswa pada saat itu.
Untuk bisa menentukan program apa yang harus diterapkan, guru dan konselor sekolah akan memperhatikan kondisi fisik, potensi intelektual, kemampuan akademik yang ditampilkan, kemampuan sosial-komunikasi, kemandirian maupun kemampuan siswa menguasai emosi ataupun berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Orangtua akan diundang dan dilibatkan dalam pembuatan finalisasi program khusus tersebut.
Dinamikan pendidikan inklusif
Sekolah membatasi jumlah siswa ABK yang dapat diterima dalam tiap kelas agar kualitas pendidikan tetap terjaga dan ABK mendapatkan porsi perhatian dan intervensi yang dibutuhkan. Beberapa sekolah swasta bahkan telah mengambil langkah lebih lanjut dengan menyediakan kelas tersendiri maupun pengajar khusus untuk mengakomodasi kebutuhan kekhususan yang ada. Karena, tidak semua ABK siap untuk belajar di kelas reguler yang biasanya terdiri dari 15 siswa dalam satu kelas.
Orang tua harus mendukung
Untuk memastikan ABK mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya, orang tua perlu menanyakan kepada guru atau sekolah, sejauh mana anaknya mendapat akses belajar dalam kelas reguler mau pun belajar dalam kelas khusus jika memang diperlukan.
Untuk ABK yang memiliki kesulitan cukup berat dan mendapatkan program pembelajaran individual biasanya rasio belajar dalam kelas khususnya mungkin akan menjadi lebih banyak dibandingkan waktu belajar di kelas reguler.
Shadow Teacher
Shadow Teacher (guru pendamping) adalah salah satu kata yang sering keluar dalam perbincangan pendidikan inklusif. Beberapa sekolah menawarkan atau orang tua meminta kehadiran shadow teacher untuk mendapingi ABK di kelas reguler.
Perlu dipahami, shadow teacher tidaklah selalu diperlukan. ABK dengan gangguan autisme berat membutuhkan program individu yang diajarkan oleh seorang guru yang paham autisme. Jika shadow teacher memamg perlu, pastikan yang bersangkutan tahu persis tugas dan perannya.
Sekolah penyelanggara pendidikan inklusif berguna tidak hanya bagi ABK, namun juga siswa reguler, agar memahami adanya keberagaman, belajar berempati dan bagaimana menyikapi atau membantu teman dengan kondisi tertentu. Dan yang tidak kalah penting adalah cermat dalam memilih jenis pendidikan inklusif yang paling cocok bagi si kecil.