[pullquote]Meskipun peringatan tentang penggunaan antibiotika sudah didengung-dengungkan, nyatanya di meja praktik dokter, justru orangtua yang minta resep antibiotika.[/pullquote]
Setiap kali kita membaca kemasan obat yang berisi antibiotika, selalu tercantum tulisan “harus dengan resep dokter”. Mengapa? Keputusan untuk menggunakan antibiotika tak sembarangan dan hanya bisa diberikan sesuai kebutuhan setelah dipastikan bahwa penyebab sakitnya adalah kuman/bakteri tertentu.
Kapan butuh antibiotika?
Secara umum, antibiotika digunakan dalam tiga cara yaitu terapi empiris, definitif, dan pencegahan.
Empiris
Pemberian antibiotika secara empiris biasanya merupakan terapi awal sebelum data laboratorium ada, dan ini yang paling sering dilakukan. Tentunya harus diberikan dengan banyak pertimbangan secara educated guess (dugaan berbasis pengetahuan). Jadi, dokter menyimpulkan dari gambaran penyakit tertentu yang mengarah pada kuman tertentu. Misalnya infeksi kulit paling sering disebabkan kuman stafilokokus atau streptokokus, sedangkan infeksi saluran kemih didominasi kuman gram negatif seperti E.Coli, Enterobakter, dan golongan proteus. Kuman Hemofilus influenza dan Morazella sering ditemukan pada radang telinga tengah dan sinusitis (radang sinus). Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sesuai dengan kuman terbanyak yang ada di daerah tersebut yang diperoleh dari penelitian.
Definitif
Terapi definitif dilakukan setelah kuman ditemukan lewat biakan kuman atau uji kepekaan. Antibiotik yang dipilih idealnya dapat membunuh bakteri penyebab, tepat sasaran, bisa ditoleransi pasien, dengan mempertimbangkan umur anak, keadaannya, adanya penyakit atau komplikasi, fungsi ginjal, hati, dan sebagainya. Terapi ini memang ideal namun kelemahannya adalah faktor waktu. Biakan kuman dan uji kepekaan membutuhkan waktu 3-7 hari dan ini menyulitkan terutama pada infeksi yang berat.
Terkadang dokter memberikan kombinasi dua antibiotik dengan tujuan mengobati infeksi yang belum jelas kuman penyebabnya, infeksi multipel, serta meningkatkan aktifitas obat dan untuk mencegah resistensi. Tapi cara ini tidak dianjurkan untuk pemakaian antibiotik jangka lama.
Pada keadaan tertentu antibiotika digunakan untuk mencegah penyakit. Biasanya digunakan pada infeksi saluran kemih berulang, pasien dengan transplantasi organ tubuh atau pasien dalam kemoterapi maupun tindakan bedah.
Untuk anak yang sakit dan datang ke praktik dokter, pengobatan antibiotika kebanyakan diberikan secara empiris. Selain karena sulit mengontrol apakah si anak akan kembali ke dokter yang sama, juga dibatasinya waktu untuk mendiagnosis penyakit. Biasanya yang tersulit adalah menentukan penyebab virus atau bakteri terutama pada infeksi saluran napas yang mencakup organ telinga, hidung, dan tenggorokan, serta saluran napas bawah, demikian juga infeksi saluran cerna.
Berbagai penyakit yang sering terjadi dan dikaitkan dengan penggunaan antibiotika, antara lain; faringitis (radang tenggorokan), radang telinga tengah (otitis media akut), radang sinus dan hidung, dan infeksi lainnya seperti infeksi kulit, infeksi saluran kemih.
Referensi:
- Centers for disease control and prevention (CDC) media relation. Global resistance to antibiotics. From the NIH, Spetember 17, 2003.
- Froom J, Culpepper L, Jacobs M. Antimicrobial for acute otitis media? A review from the international primary care network. Brit Med J 1997;315:98-102
- Steinman MA,Gonzales R, Lindr JA, Landefelt CS. Changing use of antibiotics in community-based outpatient practice. Arch Intern Med. 2003;138:525-33