[pullquote]Melalui lensa kamera ia menangkap kecerian dan ekspresi alami anak, yang membuatnya tak bisa berhenti membidik dan berkarya.[/pullquote]
Dunia anak selalu mendatangkan inspirasi bagi Mia Harjoni, fotograger yang menekuni dunia fotografi anak. “Anak-anak memiliki ekspresi wajah yang natural, tidak memerlukan sentuhan make up seperti halnya orang dewasa.”
Tertarik fotografi
Mengabadikan momen istimewa anak. Demikianlah yang dilakukan Mia dengan lensa kameranya. Mia menekuni dunia fotografi anak semenjak kelahiran putri pertamanya pada akhir 2001. Sebagai ibu baru Mia tergerak hatinya ketika melihat ekspresi lucu putrinya. Ia pun membidikkan kamera ke wajah mungil putrinya.
“Awalnya saya hanya ingin membuat foto yang bagus. Selanjutnya saya mencoba mengikuti kontes foto balita,“ ungkap wanita kelahiran 17 April 1971. Kontes tersebut membuka Mia tentang bagaimana foto para pemenang yang terlihat bagus dan artistik. Dari sanalah Mia merasa tertarik untuk mengasah talenta dalam hal fotografi lebih dalam lagi. Sekitar tahun 2003 Mia mulai mengikuti kursus fotografi.
Mia giat mengikuti kontes fotografi anak dan beberapa kali memenangkannya, baik skala lokal maupun nasional. Dari kontes-kontes itulah Mia mengenal banyak para ibu-ibu yang pada akhirnya menggunakan jasa untuk memotret anak-anak mereka.
Cerita di balik pemotretan
Namun demikian, tak selamanya perjalanan Mia dalam menapaki hasratnya di dunia fotografi dapat dilaluinya dengan mudah. Adakalanya dunia fotografi meninggalkan cerita tersendiri bagi Mia. Pernah suatu ketika saat pemotretan berlangsung sang anak yang akan difoto, sama sekali tak mau berpose ataupun bergaya sesuai konsep yang telah dipersiapkan.
“Jangankan mau beraksi di depan kamera, melihat saya yang saat itu tengah memegang kamera saja si anak langsung lari dan menangis,” tuturnya. Akhirnya untuk menyiasatinya, Mia melakukan teknik memotret dengan candid dimana anak difoto dari jarak yang agak jauh sehingga ia tak menyadari kalau sedang difoto. Cara lain dengan menggunakan media properti yang disukai anak. Ia berusaha mengamati dan menyelami apa yang diinginkan anak.
“Yang pasti, sebagai fotografer anak harus mempunyai kesabaran tinggi. Mood anak tidak semuanya bisa diatur saat pemotretan,“ tuturnya. Di luar kesulitan dalam menghadapi mood anak, Mia mempunyai pengalaman lain dalam hal pemotretan. Suatu ketika hendak melakukan pemotretan di suatu tempat. Kamera yang telah dipersiapkan dan hendak dibawanya ke lokasi tertukar dengan kamera lain sehingga pemotretan terpaksa ditunda.
Dukungan keluarga
Menekuni dunia fotografi anak barangkali sudah menjadi pilihan hidup Mia.
Namun demikan kesibukannya tak pernah mengurangi waktunya untuk keluarga. Mia hanya menerima pekerjaan paruh waktu tanpa harus mengganggu rutinitasnya untuk menjadi ibu bagi ketiga buah hatinya Kiara Anjani Susanto (15), Kairos Abinaya Susanto (12) dan Kaori Amaris Leica Susanto (8).
Dukungan pun diperoleh Mia dari sang suami, Thony Susanto. Salah satunya adalah kesiap-siagaan sang suami untuk menjemput ketiga anaknya dari sekolah ketika Mia sedang melakukan pemotretan. “Suamilah yang menghadle tugas tersebut sehingga saya bisa lebih fokus pada pekerjaan,“ tutupnya.