[pullquote]Pemandangan alam, iklim yang sejuk, serta kawah yang indah terbentang, menjadikan kawasan TWA (Taman Wisata Alam) Tangkuban Parahu sebagai salah satu tujuan wisata yang menarik di Jawa Barat.[/pullquote]
Gunung Tangkuban Parahu terkenal dengan legenda yang melingkupinya. Kisah Sangkuriang yang jatuh cinta pada perempuan yang ternyata ibunya sendiri, Dayang Sumbi. Nama gunung ini pun diambil dari legenda tersebut karena mirip dengan bentuk perahu yang terbalik.
Gunung berapi aktif
Terletak 20 km di utara Bandung, Tangkuban Parahu merupakan gunung berapi aktif. Dari kawahnya menguar gas belerang yang berbau cukup menyengat. Ada empat kawah yang bisa dikunjungi, yaitu Kawah Ratu, Kawah Upas, Kawah Baru, dan Kawah Domas. Suhu rata-rata harian di gunung ini adalah 17 derajat Celcius siang hari dan 2 derajat Celcius di malam hari. Selain itu, cuaca di sini pun cepat sekali berubah, dari kondisi panas terik bisa tiba-tiba turun hujan deras.
Tercatat sejumlah sumber air panas juga mengalir di kaki gunung ini, salah satunya adalah Pemandian Air Panas Ciater. Letusan terakhir gunung ini terjadi pada tahun 2013. Namun demikian, gunung yang memiliki ketinggian 2.048 meter di atas permukaan laut ini masih relatif aman untuk dikunjungi.
Kekayaan flora & fauna
TWA Tangkuban Parahu buka setiap hari dari pukul 07.00-17.00 WIB. Harga tiket masuk saat weekend untuk psengunjung domestik Rp30 ribu, pengunjung asing Rp300 ribu, sepeda Rp10 ribu, sepeda motor Rp17 ribu, mobil Rp35 ribu, bus Rp150 ribu. Dari gerbang utama, jarak menuju puncak gunung masih cukup jauh. Kendaraan yang kita naiki harus melewati jalan menanjak dan berkelok. Di kiri dan kanan jalan terdapat hutan pohon pinus. Panorama yang terlihat di sepanjang jalan sangatlah indah.
Di dalam hutan inilah hidup hewan dan tumbuhan endemik seperti Puspa (Shima walichi), sejenis tanaman langka yang pada bagian tertentu dapat menyebabkan gatal jika dipegang. Ada juga Pakis Emas, mirip pakis langka yang pernah saya lihat di Lembah Harau, Sumatera Barat dan bisa tumbuh tinggi hingga 10 meter! Habitatnya memang di hutan yang dingin dan berkabut. Selain Puspa dan Pakis Merah, ada juga Anggrek Hutan. Sedangkan hewan endemik Tangkuban Parahu, di antaranya Elang Jawa, Meong Congkok, Surili (sejenis kera), dan Lutung Jawa.
Menggetarkan sekaligus memesona
Kami pun sampai di sebuah tempat lapang dan terbuka. Tak ada lagi hutan rimbun penuh pohon. Mobil dan motor diparkir berjejer. Kami sudah sampai di kawah terbesar yaitu Kawah Ratu. Terlihat begitu menggetarkan sekaligus memesona. Gadis kecil saya pun sangat antusias. Kami berdiri dan berpegangan pada pagar pengaman, berlama-lama memandangi kawah selagi kabut belum datang menutupi pandangan. Beberapa penjual suvenir mendekat, menawarkan dagangan mereka.
Masih ingin bereksplorasi, kami pun mendaki semakin tinggi. Gadis kecil saya sempat berhenti memerhatikan deretan topi berbulu berbentuk kepala hewan yang dijejer di pagar pembatas. Semakin naik, udara pun semakin sejuk. Setelah puas, kami pun turun dan kembali ke mobil diiringi derasnya hujan.
Mengajak anak ke TWA Gunung Tangkuban Parahu ternyata sangat menyenangkan. Tak membutuhkan tenaga ekstra saat mendaki atau tracking. Selain menikmati pemandangan indah, anak juga bisa diajak mensyukuri karunia Tuhan yang luar biasa.