[pullquote]Menyusui adalah impian setiap ibu tak terkecuali ibu dengan ODHA. Tapi mungkinkah dengan status tersebut dapat memberikan yang terbaik bagi bayinya?[/pullquote]
Ketika seorang ibu yang tengah hamil divonis terinfeksi HIV maka pertanyaannya, apakah kelak ibu dapat menyusui bayinya? Akankah bayinya baik-baik saja ketika mendapatkan ASI dari ibu yang seorang ODHA
(Orang dengan HIV/AIDS)?
Kriteria pemberian ASI
Pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya tidak sama halnya dengan ibu pada umumnya. Ada beberapa kriteria yang harus benar-benar diperhatikan untuk menghindari berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayinya.
Berdasarkan rekomendasi WHO selaku badan kesehatan internasional. Proses pemberian PASI pada bayi yang lahir dari ibu penderita HIV positif harus memenuhi kriteria AFASS yang bisa mencakup beberapa hal:
- Acceptable (diterima): ibu tak mengalami hambatan dan diskriminasi dalam memilih makanan alternatif.
- Feasible (terlaksana): Ibu dapat memberikan makan pada bayinya dan memperoleh dukungan baik keluarga dan sosial.
- Affordable (terjangkau): Ibu dan keluarga mampu membeli, membuat dan menyediakan makanan bagi bayinya.
- Sustainable (bersinambungan): Makanan pengganti yang diberikan kepada bayi harus setiap hari atau malam( tiap 3 jam ) dan dalam bentuk Distribusi makanan tersebut harus berkelanjutan sepanjang bayi membutuhkan.
- Safe (aman, bersih berkualitas): Makanan pengganti harus disimpan secara benar, higienis dengan kuantitas nutrisi yang adekuat.
Bila diuraikan secara lebih kongkrit ibu dengan positif HIV dalam memberikan PASI pada bayinya harus mematuhi beberapa hal:
- Bila ibu ingin tetap memberikan ASI, maka berikanlah ASI hingga bayi berusia 6 bulan dan kemudian ASI bisa diperah dan dihangatkan 56oC selama 30 menit.
- Bila ibu terpaksa memberikan susu formula. Maka susu formula haru memenuhi 5 kriteria AFASS.
- Jangan berikan ASI secara bersamaan dengan susu formula
Manfaat menyusui & risiko terinfeksi
Dalam beberapa kasus terkait ibu dengan positif HIV mungkinkah untuk memberikan ASI kepada bayinya kerap menjadi pro kontra di kalangan masyarakat. Namun beberapa studi menunjukkan bahwa selama kehamilan atau proses pemberian ASI berlangsung. Kemungkinan ditularkannya infeksi tersebut dari ibu pada bayinya selalu ada. Tetapi apabila ibu mendapatkan perawatan HIV secara intensif selama kehamilan maka secara signifikan risiko penularannya dapat diturunkan atau lebih rendah.
Bukti terbaru mengenai penurunan risiko dari kemungkinan bayi terinfeksi saat diberikan ASI oleh ibu dengan positif HIV juga pernah direkomendasikan oleh WHO pada 30 November 2009. Saat itu WHO mengungkapkan tentang fakta baru manfaat penggunaan obat-obatan anti-retroviral. Pada ibu dengan positif HIV dan bayinya yang menerima obat-obatan anti-retroviral di masa menyusui hingga berusia 12 bulan. Maka pada anak akan didapat manfaat dari menyusui dan juga risiko terinfeksi HIV yang jauh lebih rendah.
Hal lain yang turut diungkap oleh WHO adalah tentang pemberian ASI ekslusif. Proses pemberian ASI secara ekslusif pada enam bulan pertama kehidupan bayi berkaitan dengan penurunan risiko penularan HIV. Bayi yang menyusu secara ekslusif memiliki risiko 3-4 kali lipat lebih rendah dibandingkan bayi yang menyusu dan menerima makanan dan susu lainnya.
Referensi:
- Besar, Dien Sanyoto dan PN Evelin, 2008, Air Susu Ibu dan Bayi, Bedah ASI, Jakarta : IkatanDokterAnak Indonesia Cabang DKI Jakarta.
- http://www.who.int/bulletin/volumes/88/1/10-030110/en/
- http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hiv-aids/basics/causes/con-20013732