[quote type=”center”]Hampir semua ibu boleh menyusui bayinya, namun ada beberapa kondisiyang menyebabkan ibu tidak disarankan memberikan ASI. Apa saja ?[/quote]
1. Bayi memiliki gangguan mencerna karbohidrat
Meskipun jarang, bayi dapat mengalami gangguan metabolik yang disebut dengan galaktosemia, yaitu tak dapat mencerna karbohidrat jenis galaktosa yang merupakan “bahan dasar” karbohidrat dalam ASI.
2. Ibu mengidap HIV
HIV atau human immunodeficiency virus menyerang sel darah putih dan menyebabkan seseorang menjadi lemah daya tahan tubuhnya. Virus ini menular lewat darah dan cairan tubuh, bisa juga melalui luka kecil di puting ibu yang memberi susu dan terpapar pada si kecil atau melewati ASI.
Biasanya dokter tidak menyarankan ibu dengan HIV untuk menyusui bayinya. Meski demikian, WHO memberikan beberapa pengecualian, misalnya Kecuali, di tempat ibu tinggal tidak tersedia susu formula. ASI dapat diberikan secara eksklusif agar manfaat antibodinya (daya tahan tubuh) melebihi efek penularan kuman apalagi jika ibu sudah minum obat anti-HIV. Namun untuk daerah maju, ASI tetap tidak direkomendasikan.
3. Ibu terkena tuberkulosis dan belum berobat
Tuberkulosis (TB) yang tak diobati bisa menular melalui droplet (percikan ludah) yang dibatukkan. Ibu tentunya memiliki kontak yang sangat dekat dengan si kecil apalagi saat menyusui. Selama ibu belum berobat, ASI dapat dipompa dan tetap diberikan karena kuman ini tak menular melalui ASI.
Setelah ibu minum obat TB selama dua minggu, bayi boleh menyusu kembali. Saat ini dianggap kuman tuberkulosis aktif sudah tak terdeteksi lagi dalam droplet sehingga aman bagi ibu memberi susu. Sejauh ini obat tuberkulosis sendiri dianggap tidak memengaruhi si kecil.
4. Ibu terkena cacar saat melahirkan
Bila ibu terkena cacar lima hari sebelum dan dua hari sesudah melahirkan, bayi masih berisiko untuk terkena cacar sehingga ibu dan bayi perlu dipisahkan sementara. Namun, ASI tetap dapat diberikan dengan dipompa terlebih dahulu, hingga dua hari setelah persalinan.
5. Ibu mengonsumsi zat berbahaya
Obat-obatan yang bersifat adiktif dapat masuk ke dalam ASI dan membuat bayi menjadi ikut ketagihan. Bila ibu masih mengonsumsi zat berbahaya sebaiknya tidak memberi ASI pada si kecil.
6. Ibu tengah menjalani terapi radioaktif
Zat radioaktif dapat ikut masuk ke dalam ASI dan memberi efek pada bayi. Zat ini biasa digunakan pada beberapa pemeriksaan ataupun pengobatan, misalnya pada ibu yang mengidap penyakit tiroid.
7. Ibu tengah menjalani kemoterapi
Penyakit kanker atau penyakit autoimun dapat menyerang ibu yang sedang menyusui. Mereka mungkin mendapatkan obat-obatan yang bekerja dalam sel atau obat kemoterapi. Obat-obatan ini dapat masuk ke dalam ASI dan ikut memengaruhi proses pembelahan sel pada bayi. Padahal bayi sedang dalam tumbuh kembang. Itu sebabnya ibu yang sedang minum beberapa jenis obat kemoterapi atau autoimun perlu memberitahu bila mereka sedang menyusui dan jika perlu menghentikan ASI bila pengobatan tersebut sangat penting untuk kesembuhannya.
8. Ibu yang mendapatkan zat radioaktif
Beberapa penyakit seperti penyakit tiroid mungkin memerlukan pemeriksaan yang menggunakan radioaktif atau bahkan pengobatan yang menggunakan zat tersebut. Zat ini memiliki dampak pada tubuh ibu dan ikut mengalir bersama ASI.
Lebih baik menyusui, bila…
# Bila ibu didiagnosis hepatitis B positif lewat anti HbsAg. Sementara bayi sudah mendapat vaksinasi hepatitis B sejak dini sehingga dapat melindungi bayi dari tertular hepatitis B. Dalam kondisi tersebut ibu dapat memberi ASI apalagi bila anak sudah divaksinasi. Penularan hepatitis B ditakutkan terjadi saat proses persalinan sehingga bayi dari ibu hepatitis B perlu mendapat imunoglobulin sesaat setelah lahir dan vaksin hepatitis B.
# Bila ibu didiagnosis hepatitis C. Berbeda dengan hepatitis B yang lebih mudah menular dan sudah tersedia vaksinnya, hepatitis C umumnya menular dari kontak darah dengan darah dan belum tersedia vaksinnya. Namun begitu, ibu dengan hepatitis C masih dapat menyusui bayinya.