[pullquote]Anak yang tidak pernah dikenalkan makna maaf-memaafkan cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki empati, egois, memaksakan kehendaknya sendiri, kurang mampu menerima kritik atau saran, dan arogan (sombong). Sebaliknya, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang konsisten dalam mengajarkan makna maaf, umumnya akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan disukai oleh kelompoknya.[/pullquote]
Mengacu pada teori perkembangan psikologis, seorang anak dapat dikenalkan dengan hal-hal yang terkait dengan norma dan moralitas sejak usia 4 tahun karena perkembangan bahasa anak sudah berkembang pesat. Ia mulai bisa memahami instruksi atau perintah dalam bentuk kalimat yang kompleks. Selain itu, ia juga sudah mulai mengenal lingkungan lain di luar dirinya seperti orangtua, saudara atau teman-teman sebayanya. Di saat itu pula lingkungan perlu mengenalkan anak pada makna kata-kata normatif yang memiliki pesan moral seperti: terima kasih, tolong, permisi, dan maaf.
Ada beberapa tahapan sampai anak mengerti dan memahami pesan moral :
1. PRECONVENTIONAL MORALITY(USIA 4-10 TAHUN)
Penekanannya pada kontrol lingkungan, sehingga standar yang dibuat mengikuti tuntutan atau aturan yang ada di lingkungan. Pada tahap ini, anak diajari mematuhi aturan. Misalnya ketika berbuat salah atau melanggar aturan, maka orangtua atau figur dewasa lain menegur dan memberi arahan. Ajari anak untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada pihak yang dirugikan. Secara umum, anak pada tahap ini memang belum paham sepenuhnya mengenai arti kata maaf yang sebenarnya.
2. CONVENTIONAL MORALITY(USIA 10-13 TAHUN)
Anak mulai memahami pesan-pesan moral yang diajarkan orangtuanya atau lingkungan. Anak di usia ini mulai melakukan suatu hal untuk menyenangkan hati orang lain atau mengikuti standar yang dituntut oleh lingkungan. Oleh karenanya, pada tahapan ini, anak mulai bisa mengerti kenapa dirinya perlu meminta maaf pada orang lain dan sebaliknya mudah memaafkan.
3. POSTCONVENTIONAL MORALITY(USIA 13 TAHUN KE ATAS)
Pribadi anak mulai terbentuk. Anak telah mengerti secara utuh mengenai makna maaf yang seutuhnya. Di sini orangtua dituntut untuk bersikap sebagai contoh yang baik.
Apa yang bisa dilakukan?
- Jadilah contoh yang baik bagi anak-anak Anda. Jika orangtua melakukan kesalahan, kepada anak, jangan enggan meminta maaf.
- Berikan alasan mengapa kita harus meminta maaf. Jika anak belum paham, tidak mengapa karena anak perlu proses untuk bisa memahami makna maaf seutuhnya. Namun orangtua jangan bosan mengajarkannya.
- Jika anak tidak segera minta maaf, berikan ia waktu. Hindari memaksa anak untuk langsung meminta maaf. Semakin dipaksa, semakin ia sulit melakukannya. Karena paksaan itu tidak menyenangkannya.
- Berikan pujian. Memberi pujian merupakan motivasi bagi anak untuk mengulangi tindakannya.
- Menumbuhkan empati anak. Ajak anak untuk berandai-andai, ia yang berada pada posisi sebaliknya.
Minta maaf yuk!
Mengajarkan anak meminta maaf bisa dilakukan dengan beberapa cara.
Bermain peran (role playing). Agar anak bisa merasakan makna dan esensi dari makna maaf dan memaafkan. Mengajarkan melalui buku-buku bacaan atau film anak yang berisi tentang moralitas.
Momen Lebaran merupakan saat tepat mengajarkan makna maaf kepada anak. Ajaklah anak bersilaturahim kepada sanak saudara serta tetangga.
Minal Aidin Wal Faidzin.