[pullquote]Belakangan kita dikejutkan dengan virus Zika, kabarnya virus ini di Brazil menyebabkan 3.893 bayi lahir mengalami gangguan pertumbuhan otak (mikrosefali). Masyarakat pun heboh. Tak henti di sosmed mem-posting keganasan virus ini. Faktanya, virus ini sudah ada di Indonesia sejak 2012.[/pullquote]
Hal itu dikemukakan oleh Direktur Lembaga Eijkman, Prof. Dr. Amin Subandrio, Ph.D, Sp.MK(K). “Pada tahun 2012 seorang turis Australia mengalami demam setelah berlibur ke Indonesia. Dan ternyata ditemukan penyebabnya, yaitu virus Zika.” Beberapa tahun kemudian, seorang pria usia 27 tahun juga dinyatakan positif terinfeksi virus Zika pada Agustus 2015.
Pada periode Desember 2014 hinga April 2015 di Jambi, ada kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue (DBD). Maka dikumpulkanlah serum dari 200-an kasus suspect DBD, yang diteliti di Lembaga Eijkman. Ternyata 103 sampel negatif DBD dan negatif Chikungunya. Setelah diteliti lebih lanjut ditemukan satu sampel positif terinfeksi virus Zika. Namun justru pria yang terinfeksi virus Zika ini mengalami gejala yang lebih ringan dibandingkan DBD.
Tak mengherankan bila gejalanya mirip DBD, karena virus Zika memang satu famili dengan virus DBD serta memiliki vektor yang sama, yakni nyamuk Aedes aegypti. Keberhasilan mengisolasi virus Zika pada pria asal Jambi ini lalu dilaporkan pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Saat ditemukan, virus Zika dalam keadaan hidup. Kita coba infeksikan ke sel lagi, dia aktif dan dapat menginfeksi lagi,’’ tutur Prof. Amin. Terkait dengan virus Zika yang menyebabkan mikrosefali (lingkar kepala kecil), menurutnya perlu diteliti lebih lanjut, karena penyebab cacat pertumbuhan otak ini sifatnya multifaktor. WHO pun belum mengonfirmasi adanya hubungan antara virus Zika dan mikrosefali.
Gejala virus Zika
- sakit kepala
- demam, muncul antara 3-12 hari setelah gigitan nyamuk.
- mata merah
- nyeri tulang
Gejala ini biasanya hilang dalam waktu seminggu dan satu dari empat orang bahkan tidak mengalami gejala apapun setelah terinfeksi virus. “Berat ringannya gejala tergantung pada keganasan virus dan respon imun seseorang,” tegas Prof. Amin.
Belum ada vaksinnya
Saat ini belum ada vaksin atau obat untuk mencegah demam Zika. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menghindari gigitan nyamuk, dengan mengenakan pakaian tertutup, memakai kelambu atau selimut saat tidur, dan yang paling penting menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Memutus mata rantai perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara ampuh mencegah infeksi virus Zika. “Gerakan hidup sehat ditambah langkah 3M yakni menguras, menutup, dan mengubur, masih menjadi pilar penting dalam pencegahan infeksi virus Zika,” tukas Prof. Amin.
Ditemukan pada sperma?
Masih diperlukan penelitian tentang virus Zika, apakah benar penyebab bayi lahir dengan lingkar kepala kecil (mikrosefali). Hipotesis lain menurut Prof. Amin, virus Zika dapat ditularkan melalui hubungan intim. Tentang ini World Health Organisatition sendiri mengatakan belum cukup bukti yang menyatakan keterkaitan virus Zika dapat ditularkan dari hubungan seksual. Namun demikian, situs Public Health England menyebutkan penyebaran virus Zika lewat hubungan seksual telah tercatat meski angka kasus sangat sedikit, dan risiko penularan terbilang rendah.
Jangan panik, jangan lengah
Belum ada vaksin atau obat bagi mereka yang terinfeksi virus Zika, oleh karena itu, pencegahan adalah yang terpenting. Pada bulan Desember 2015 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah mengeluarkan travel warning bagi warga Amerika Serikat yang akan bepergian ke Meksiko, Karibia, dan bagian lain di Amerika Tengah dan Selatan.
“Intinya, kita di Indonesia tidak perlu panik, tetapi juga tidak boleh lengah. Tetap jalankan PHBS, perilaku hidup bersih dan sehat,” kata Prof. Amin.
(Konsultan: Prof. Dr. Amin Subandrio, Ph.D, Sp.MK(K))
Sekilas Virus Zika
Zika pertama kali ditemukan pada tahun 1947, di Hutan Zika, Uganda. Virus ini ditemukan pada monyet. Beberapa tahun kemudian menjadi wabah di berbagai negara di Afrika, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Dan belakangan mewabah juga di Brazil.