[pullquote]Merina (44) mengeluh sering mengalami perdarahan yang berlangsung selama sebulan, mirip menstruasi, namun berkepanjangan. Dokter obgin menyatakan bahwa ibu dua anak ini mengalami penebalan dinding rahim (hiperplasia endometrium). Setelah ditangani dokter, beberapa bulan kemudian, Merina kembali mengalaminya.[/pullquote]
[dropcap]P[/dropcap]enebalan lapisan dalam rahim, atau dalam bahasa medis disebut hiperplasia endometrium adalah kondisi dimana lapisan dalam rahim mengalami penebalan yang abnormal. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh ketidakseimbangan kadar estrogen dan progesteron. Estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium terus berlangsung, sedangkan progesteron berperan dalam menyebabkan endometrium luruh. Akibat paparan estrogen yang tinggi tanpa disertai paparan progesteron, sel-sel endometrium akan terus menebal dan menjadi abnormal.
Kasus onkologi tersering
Hiperplasia endometrium merupakan kasus onkologi saluran reproduksi wanita yang paling sering di Amerika, sedangkan untuk Indonesia belum ada datanya. Pada penelitian yang diadakan pada tahun 2010, puncak insidens hiperplasia endometrium adalah pada tahun awal periode postmenopause dan sekitar usia 50 – 60 tahun.
Siapa yang berisiko?
Hiperplasia endometrium lebih sering ditemukan pada perempuan yang berusia lebih dari 35 tahun, ras kulit putih, belum pernah hamil, mengalami menopause di usia lebih tua, mengalami menstruasi pertama di usia lebih muda.
Hiperplasia endometrium juga berisiko dialami oleh perempuan dengan riwayat penyakit tertentu, seperti kencing manis, sindrom ovarium polikistik, penyakit kantung empedu, penyakit tiroid, obesitas, perempuan yang merokok, dan riwayat keluarga dengan kanker ovarium, kanker usus besar, dan kanker rahim.
Komplikasi hiperplasia endometrium dapat berkembang menjadi kanker endometrium yang merupakan keganasan saluran reproduksi wanita yang paling sering ditemukan. Jika tidak ditangani dengan baik hiperplasia endometrium dapat berkembang menjadi kanker ganas pada 23% pasien, tetap menjadi hiperplasia endometrium di 19% pasien, dan sembuh pada 58% pasien.
Selain itu, perempuan dengan hiperplasia endometrium juga rentan mengalami anemia, karena salah satu efek dari penyakit ini adalah menstruasi yang panjang dan banyak disertai perdarahan di antara periode menstruasi.
Penyebab kekambuhan
Penanganan hiperplasia endometrium dibagi menjadi bedah dan non-bedah. Saat ini, pengangkatan rahim total merupakan penanganan yang paling efektif. Penanganan non-bedah berupa pemberian terapi hormon progesteron dosis tinggi secara terus menerus. Selain itu, pada perempuan dengan hiperplasia endometrium direkomendasikan untuk melakukan biopsi setiap enam bulan karena risiko kekambuhan cukup tinggi.
Hiperplasia endometrium ditemukan sering kambuh pada perempuan menjelang menopause. Dimana indung telurnya sudah tidak lagi memproduksi hormon progesteron dan estrogen. Di sisi lain, estrogen masih dapat dihasilkan tubuh oleh sel-sel lemak, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Hal tersebutlah yang menyebabkan seringnya terjadi kekambuhan.