Dispraksia merupakan salah satu gangguan bicara pada anak. Penanganan dini dapat meminimalisir kendala dalam proses pembelajaran di sekolah.
Anak mengalami gangguan bicara ketika ia mengalami kendala dalam berkomunikasi dan mengutarakan pesan yang hendak disampaikannya. Gangguan bicara merupakan satu dari sekian gangguan perkembangan yang sering ditemukan pada anak. Dari sebuah riset menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa pada anak sekolah mencapai 5-10%.
Dampak keterlambatan bicara
Anak mengalami gangguan bicara secara otomatis juga mengalami keterlambatan dalam penguasaan bahasa. Pada usia di bawah lima tahun sebenarnya kemampuan bahasa anak sedang berkembang begitupun dengan kemampuan motorik dan kognisi. Kemampuan bahasa anak bertambah seiring proses perkembangan dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah.
Keterlambatan anak dalam menguasai bahasa akan menimbulkan permasalahan dalam proses belajar anak di sekolah. Dalam hal ini anak akan mengalami kesulitan dalam belajar, membaca maupun menulis. Kesulitan-kesulitan akibat keterlambatan bicara pada akhirnya akan membawa dampak pada pencapaian akademiknya. Bila tidak segera tertangani, keterlambatan bicara dapat berlanjut hingga usia dewasa dan akan memicu hal lain yang lebih buruk tak hanya dari sisi akademik tetapi juga dari sisi perilaku dan penyesuaian psikososial.
Mengingat dampak yang timbul akibat keterlambatan bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai tingkat perkembangan bahasa anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak saat masuk usia sekolah.
Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan keberhasilan proses belajar di sekolah. Perkembangan bicara dan bahasa yang mengalami gangguan diperlukan deteksi lebih dini untuk memantau apakah permasalahan tersebut masuk dalam kategori dispraksia atau yang lainnya.
Di Inggris kasus dispraksia diperkirakan dialami 1 dari 20 anak usia sekolah. Dari kasus dispraksia yang ditemui kebanyakan berpengaruh pada pengorganisasian motor dan keterampilan berbahasa. Dari sejumlah kasus dipraksia baru diketahui ketika anak memasuki sekolah.
Berdasar sebuah penelitian dari Yayasan Dispraksia di Inggris, dihasilkan data sebagai berikut:
- Para orang tua mengetahui ada sesuatu yang salah dengan anaknya
- Hanya 9,4% guru dan 1,8% dokter keluarga yang mengenal dan menetapkan diagnosa dispraksia. Anak-anak dengan diagnosa dispraksia biasanya banyak ditemukan pada anak-anak autis, disleksia dan/atau ADHD.
Apa itu dispraksia ?
Dispraksia merupakan suatu kerusakan berbasis pada neurologis dan berpengaruh pada kemampuan pemrograman dan produksi wicara. Dispraksia terjadi tanpa adanya gangguan fungsi neuromuskular. Dasar kesulitan lebih pada pelaksanaan dan koordinasi mekanisme wicara yang selanjutnya menjadikan kegagalan dalam pembelajaran pengujaran.
Dilihat dari tipe penampilannya, apraksia dikelompokkan menjadi beberapa;
- DVD (Developmental Verbal Dyspraxia); anak mengalami kesulitan untuk membuat atau memproduksi suara atau kesulitan memproduksi suara menjadi kata.
- OD (Oral Dyspraxia) pada kasus anak, ketidakmampuan melakukan gerakan mulut. Misalnya ketika diminta untuk angkat lidah, anak tidak dapat meresponnya. Tapi jika tidak disengaja anak dapat melakukannya.
- MD (Motor Dyspraxia). Kegagalan komunikasi lisan pada anak autisme merupakan bentuk dispraksia wicara perkembangan, yang memerlukan pendekatan terapi wicara. Sebagai terapis wicara harus mempertimbangkan isi dan bentuk bahasa sebagai dasar penyusunan program terapi.