Mendidik anak memang bukan hanya porsinya ibu atau ayah saja, melainkan kolaborasi antara ayah, ibu bahkan guru di sekolahnya. Bagaimana cara membagi ‘tugas’ untuk hal yang satu ini?
Seperti juga dalam menjalankan tugas-tugas lainnya, mendidik anak merupakan sebuah kolaborasi antara berbagai pihak. Bahkan ada sebuah ungkapan yang berbunyi, ‘It takes a village to raise a child’, dibutuhkan satu desa/ kampung untuk mendidik seorang anak. Orangtua, sebagai elemen inti dalam hidup anak, tentunya memiliki peran yang luar biasa penting.
Peran ayah dan ibu sama besar
Masyarakat Indonesia umumnya masih meyakini bahwa pengasuhan dan pendidikan anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab ibu. Ayah memang hadir secara fisik dalam keluarga, namun sering kali tidak secara psikologis. Ayah, diyakini masih sekadar mencari nafkah. Namun sesungguhnya, ayah punya peran utama lebih dari itu.
Sudah banyak dilakukan penelitian yang mengkaji efek ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan anak. Misalnya saja, anak cenderung mudah gelisah, sedih, peragu, tidak percaya diri, suasana hati mudah berubah, fobia, dan depresi. Ada pula yang memperlihatkan kemampuan akademis yang rendah atau menurun. Bahkan efek ayah yang tak terlalu ‘hadir’ di mata anak cenderung bersikap agresif terhadap orangtua.
Menentukan pola asuh yang tepat
Selain keterlibatan kedua orangtua, pola asuh juga menentukan kesuksesan dalam mendidik anak. “Pola asuh pilihan orang tua akan menentukan bentuk stimulasi yang diberikan kepada anak. Bentuk stimulasi inilah yang akan memberikan kontribusi yang besar terhadap kompetensi sosial, emosional dan intelektual anak,” jelas psikolog dan pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dr. Rose Mini A. Prianto, M.Psi atau yang biasa dipanggil Bunda Romi.
Ada empat jenis pola asuh yang yang saat ini diketahui, yaitu:
- Pola Asuh Otoriter (Authoritarian). Dalam pola asuh ini, orangtua menerapkan aturan ketat di rumah dan anak harus menurutinya tanpa diskusi. Jika melanggar akan diberi hukuman. Cocok untuk mengajarkan disiplin, kemandirian dan tanggung jawab. Namun anak bisa merasa tidak bahagia, menarik diri dari lingkungan dan rendah diri.
- Pola Asuh Permisif (Indulgent). Orangtua tidak membuat aturan yang tegas, tapi juga tidak memberikan arahan apapun pada anak. Pola ini bisa mengembangkan imajinasi, kepercayaan diri anak dan kreativitas anak, namun dapat menghasilkan anak yang manja, egois dan mudah menyerah.
- Pola Asuh Demokratis (Authoritative). Orang tua menerapkan peraturan di rumah namun tetap membuka jalur komunikasi dengan anak. Anak belajar asertif, punya tanggung jawab sosial, mandiri dan kooperatif. Pola asuh ini membentuk sifat ceria pada anak, cerdas, terbuka dan mampu bekerjasama dan berempati terhadap orang lain.
- Pola Asuh Tidak Terlihat (Uninvolved). Orangtua nyaris tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai pendidik. Komunikasi tidak terjalin dengan baik, kadang mengabaikan kebutuhan anak. Pola ini cukup berbahaya karena dapat menyebkan anak kurang percaya diri dan terhambat dalam penyesuaian diri.
Keempat pola asuh ini sebenarnya dapat diterapkan secara bergantian sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Namun orangtua harus memilih satu pola asuh yang dominan, tentunya pola asuh ayah dan ibu sering kali berbeda. Hal ini tak menjadi masalah selama baik ayah maupun ibu, selalu memikirkan yang terbaik bagi anak.
Tip Kompak Mendidik Si Kecil
Tip untuk ibu:
- Hindari keinginan mendominasi tugas yang berhubungan dengan anak. Beri kesempatan ayah menemani anak bermain ataupun belajar.
- Ibu memang yang paling tahu seluk beluk anak, namun bersikap ‘sok tahu’ atau selalu ingin ‘nimbrung’ kala ayah sedang berinteraksi dengan anak, bukanlah cara mendidik yang baik.
- Usahakan selalu berkonsultasi dengan pasangan sebelum memutuskan sesuatu yang penting, misalnya kala memutuskan anak ikut les/ ekskul, atau ketika anak meminta menginap di rumah teman.
- Konsisten terhadap keputusan bersama. Jangan sampai akhirnya ayah dan ibu malah bertengkar karena salah satu pihak tidak konsisten pada hal-hal yang telah diputuskan sebelumnya.
Tip untuk ayah:
- Jadilah ayah yang aktif, tidak apatis. Walaupun misalnya ibu adalah full-time Mom, bukan berarti ayah tinggal ‘terima jadi’ hasil kerja keras ibu.
- Manfaatkan waktu berharga bersama anak meskipun hanya bisa menemaninya menonton film kartun sebelum tidur. Peluk atau pangku ia dan tanyakan apa yang sudah ia alami seharian. Ini memberi kesempatan pada ibu untuk istirahat sejenak dari tugas hariannya.
- Membuka telinga lebar-lebar dan mampu mendengar secara aktif jika anak bercerita. Jadi, hindari ‘berceramah’ di depan anak. Begitu juga jika ibu sedang ‘melaporkan’ sesuatu. Hindari memposisikan diri menjadi ‘good cop’ sehingga ibu mau tidak mau terlihat seperti ‘bad cop’.
- Dalam bersikap, ayah memberikan anak pilihan, tanggung jawab, dan kepercayaan. Berikan pemahaman yang benar mengenai tugas rumah tangga. Bahwa pekerjaan itu tidak memiliki ‘gender’, belajar mencuci mobil juga sama pentingnya dengan memasak!
Referensi:
- Rinaldi I. Ayahku sahabatku. A Magazine. April 2013
- Pontoh S. Pendidikan anak, tugas kita juga. A Magazine. Juli 2013
- http://health.detik.com/read/2014/06/08/082344/2602235/764/3/kenali-jenis-jenis-pola-asuh-demi-perkembangan-anak-yang-optimal