Ketahui gejala alergi sejak dini, agar proses tumbuh kembang buah hati Anda tak terusik. Mengenali, mencegah, dan mengatasi merupakan tiga kata kunci penting dalam menemani anak alergi bertumbuh kembang.
Orang tua mana yang tak ingin anak-anaknya tumbuh dengan sehat? Sayangnya dalam perjalanannya, beberapa gangguan mungkin menghambat tumbuh kembang anak, salah satunya alergi. Namun, alergi bukan akhir segalanya, dengan penanganan yang baik, anak alergi tetap dapat tumbuh sebagaimana anak lainnya.
Pantai Indah Kapuk, 13 Oktober 2018
Meski masih terbilang pagi, Sabtu 13 Oktober 2018 meja registrasi di lantai 6 Auditorium RSIA Grand Family sudah disibukkan dengan kehadiran peserta seminar “Wujudkan Si Kecil yang Alergi Tetap Berprestasi.” Peserta tampak semangat mendaftarkan putra-putrinya mengikuti games Morinaga Adventure yang diadakan sebelum seminar.
Morinaga Adventure dibagi menjadi tiga zona bermain yaitu Brain Care, Body Defense dan Body Growth. Setiap zona dibagi menjadi dua kategori usia yaitu Kategori A (1-2 tahun) dan Kategori B (3-5 tahun). Permainan yang mereka diantaranya memetik buah, menjodohkan binatang dengan makanannya, dan merangkak melewati ‘terowongan’.
Permainan ditutup dengan minum susu bersama storyteller Kak Sidik, yang dilanjutkan dengan kegiatan mewarnai dan mendongeng. Sementara anak-anak asik bermain bersama Kak Sidik dan Chila Chilo, ayah dan bunda mengikuti seminar yang mendatangkan dua pembicara; dr. Irene Melinda, Sp.A dan dr. Keumala Pringgardini, Sp.A.
Dalam opening speech-nya, Indria Sulistyawati, Branch Head Morinaga Milna Cabang Tangerang menyatakan bahwa seminar bertujuan memberi pemahaman kepada orang tua tentang alergi dan kaitannya dengan tumbuh kembang anak. “Anak alergi sama dengan anak pada umumnya, dapat tetap berprestasi dan tumbuh sehat,” tutur Indria.
Pembicara pertama, dr. Irene Melinda menjelaskan tentang tumbuh kembang anak dari berbagai aspek, mulai dari kemampuan bicara, motorik halus, motorik kasar, dan sebagainya. “Selain nutrisi, jangan lupa memberikan stimulasi yang tepat sesuai usia. Soal nutrisi, ASI adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usianya enam bulan,” tegas Irene. Sesudah itu ASI dapat diteruskan sampai usia anak 24 bulan, sebagai pendamping makanan padat.
Sementara pembicara kedua, dr. Keumala lebih menyoroti tentang mengenali alergi pada anak serta bagaimana penanganannya. “Saat anak memperoleh makanan padat pertamanya, di usia 6 bulan. Berikan makanan secara bertahap. Mulai dari makanan bertekstur lembut mendekati cair, sampai makanan dengan tekstur lebih kasar. Ibu jangan lupa mencatat makanan yang diberikan kepada anak, lalu perhatikan reaksinya. Reaksi alergi bisa timbul di kulit, pencernaan, atau pernapasan,” jelas Keumala.
Sesi tanya jawab diramaikan dengan banyak pertanyaan, dan membuat pemandu acara Febry kewalahan membatasi jumlah penanya. Tampak benar bahwa keingintahuan para orang tua akan alergi demikian besar.
Pembicara ketiga M. Rifky Nugraha, Medical Account Executive Morinaga membawakan materi tentang “Solusi Total Alergi Susu Sapi pada Si Kecil” dan dilanjutkan dengan kuis berhadiah. Dilanjutkan dengan pengumuman pemenang IG competition, Lomba Morinaga Adventure, dan pembagian doorprize.
Selamat bagi yang beruntung.
Kata Bunda
Suryani (ibunda dari Raina Aurelia/1th)
Saat Raina lahir, ASI saya tidak banyak sehingga ia harus mendapatkan susu formula. Waktu itu saya memberi susu formula, Raina bersin-bersin saja. Beberapa hari berkutnya ia mulai buang air berkali-kali. Saya takut Raina dehidrasi dan membawanya ke dokter. Hasilnya Raina mengalami alergi susu sapi. Saya disarankan diet jenis makanan tertentu yang dapat mencetus alergi, dan Raina disarankan minum susu khusus alergi. Sesudah itu ia memang jarang mengalami alergi. Karena buah hati saya alergi, saya cukup berhati-hati saat memperkenalkan MP-ASI, dan rajin berkonsultasi dengan dokter.
Kiki (ibunda dari Ben Jonathan Lie/3th)
Di usia beberapa hari Ben diketahui mengalami alergi. Ben mengonsumsi ASI dan susu formula. Saat minum susu formula awalnya muncul bintik-bintik merah di punggung, leher, dan bagian tubuh lainnya. Bintik-bintik tersebut menyebar dan melebar membuat Ben tak bisa tenang, tampak gelisah. Saya dan papanya memutuskan membawa Ben ke dokter. Dari sanalah saya paham kalau Ben alergi terhadap susu formula yang saya berikan. Saya dan papanya tidak alergi, tetapi omanya Ben (mama saya) alergi. Sekarang alergi Ben sudah berkurang dan mengonsumsi susu khusus alergi. Kini, ia tak masalah makan telur, namun alerginya muncul saat mengonsumsi produk berbahan susu Ben. Demikian juga ketika ia makan ikan kakap, udang dan seafood lainnya, akan muncul ruam-ruam merah.