[pullquote]Ada pendapat menyatakan bahwa bullying bisa menjadi bagian dari pembentukan karakter ‘kuat’ pada anak. Hm. Benarkah demikian? [/pullquote]
[dropcap]D[/dropcap]alam sebuah video di suatu jejaring sosial, seorang siswi berseragam sekolah tampak dikeroyok oleh beberapa siswi. Mereka terlihat memukul dan menendang si gadis yang sudah kelihatan tak berdaya dan menangis menerima perlakuan tersebut. Pemandangan ini membuat kita prihatin dan miris. Bagaimana tidak, para siswi sekolah yang seharusnya menunjukkan sikapnya sebagai pribadi intelektual justru melakukan tindakan bullying.
Bullying memang satu dari sekian kasus paling sering dialami anak-anak. Kasus-kasus bullying tidak hanya menyita perhatian para orangtua dan praktisi di dunia pendidikan tetapi juga Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI). Berdasar data yang dihimpun KPAI tahun 2011- 2014 tercatat ada sekitar 369 pengaduan terkait masalah bullying.
Penyebab seseorang di-bully
Dilihat dari sisi pengertiannya, bully merupakan suatu perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja yang melibatkan kekuatan atau kekuasaan yang tidak seimbang antara si lemah dan si kuat. Suatu tindakan disebut bullying apabila dilakukan secara berulang kali dan dalam berbagai bentuk dengan tujuan menyakiti seseorang.
Beberapa kriteria anak yang kerap menjadi sasaran atau target bullying baik di sekolah maupun di lingkungannya:
- Anak baru
- Anak termuda
- Anak yang punya ciri fisik menonjol
- Anak yang penurut
- Anak yang pemalu
- Anak dengan level ekonomi tertentu
- Anak yang perilakunya dianggap mengganggu
- Anak yang berada di tempat dan waktu yang salah.
Siapa pelaku bully?
Siapa yang bisa melakukan bully? Pada umumnya bully dilakukan oleh anak-anak yang memiliki sifat dominan, kurang berempati dan suka memakai cara kekerasan untuk mendapatkan apa yg ia inginkan. Selain beberapa ciri tersebut, anak-anak ini melakukan bully karena beberapa hal:
- Punya kebutuhan besar untuk mendominasi orang lain
- Cenderung menghalalkan segala cara.
- Senang mengintimidasi.
- Suka membanggakan superioritasnya.
- Temperamental, impulsif dan mudah frustrasi.
- Sulit berkompromi dengan aturan.
Dampak positif dan negatif bullying pada anak
Apakah bullying memiliki dampak positif pada anak? Misalnya membuat seorang anak belajar membawa diri dan kuat menghadapi tekanan? Tentu dampak negatifnya jauh lebih banyak. Sebaliknya, tidak ada sisi positif dari bully karena bully merupakan masalah serius, menyebabkan anak tertekan, kehilangan harga diri, merasa tidak berdaya, mengganggu aktivitas harian, nilai menurun, menolak sekolah, agresif, bahkan hingga emosi anak jadi mudah meledak.
Bagaimana orangtua bersikap?
Beri perhatian pada anak dengan melakukan beberapa hal berikut:
- Dengarkan cerita anak dan tunjukkan empati.
- Fokus pada emosi anak, bukan emosi Anda.
- Jangan remehkan apa yang dialami anak sebagai sesuatu yang biasa atau menyuruh anak menyelesaikan sendiri.
- Jangan salahkan anak atas apa yang terjadi.
- Jika anak enggan bicara, minta bantuan guru atau psikolog.
- Jika anak sudah dipastikan menjadi korban, atur pertemuan dengan pihak sekolah. Hargai kecemasan anak ketahuan mengadu.
- Buat anak merasa tetap dihargai dan dicintai di rumah.
Langkah yang perlu dilakukan anak
Ketika anak telanjur dibully entah di sekolah atau di lingkungan sekitar rumah. Maka sebagai orangtua harus tanggap dan segera mengambil tindakan untuk menghentikan hal buruk tersebut. Bantu anak agar bisa berani stand up atau berani membela diri. Hal lain yang tak boleh diabaikan:
- Hindari mendorong anak untuk membalas bullying dengan tindakan yang sama.
- Dorong anak agar selalu memberitahu orang dewasa (guru/staf sekolah/orangtua) jika ada yang menyakitinya dan jangan biarkan anak menghindar dari hal tersebut. Ajarkan anak bagaiman cara melaporkan kasus.
- Diskusikan dengan anak tindakan apa yang bisa ia lakukan jika merasa terancam, misalnya lari ke ruang guru jika dikejar, tidak ke kamar mandi sendirian, dll.
- Ajarkan anak untuk menunjukkan sikap setenang mungkin ketika diganggu karena pelaku bully justru senang dan menambah siksaannya ketika melihat korbannya marah, menangis atau terlihat terganggu sekali. Ajarkan anak untuk meredakan emosi dengan cara berhitung atau tarik napas dalam-dalam.
- Ajarkan anak untuk bersikap berani, menghindar dan mengabaikan si pelaku. Contoh anak mengatakan dengan tegas tidak suka dengan perlakuan pelaku lalu tinggalkan dengan tenang.
- Ajarkan anak untuk menghilangkan insentif yang mengundang pelaku bully, misalnya tidak membawa mainan atau apapun yang menarik perhatian pelaku.
- Diskusikan lebih jauh dengan anak apa saja yang dapat ia lakukan agar tidak menjadi korban lagi atau bahkan untuk menghentikan si pelaku bullying.
Konsultan: Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi.