Ya ampun….., si kecil yang baru duduk di kelas 1 SD sudah melakukan masturbasi? Eit tunggu dulu, Anda tak boleh langsung memarahinya…
Handoko marah besar manakala memergoki putranya Rafli (6 tahun) tengah memeluk guling sambil terengah-engah. “Sedang apa kamu Rafli? Ayo hentikan!” Ayah dua anak ini merenggut guling itu dan mencampakkannya. Wajah Rafli ketakutan melihat wajah sang ayah yang sedang marah, ia tampak gemetar. Mungkin Anda pernah mengalami hal sama, mendapati anak-anak tengah masturbasi. Apa reaksi Anda, marah bercampur kaget, atau malah terbengong-bengong tak percaya?
Pada masa perkembangannya, anak akan mengalami perkembangan seksual yang meliputi perkembangan fisikoseksual (perkembangan secara biologik dan fisiologik) dan perkembangan psikoseksual. Kedua jenis perkembangan ini harus berjalan selaras agar kehidupan seksual menjadi normal. Freud membagi perkembangan psikoseksual pada masa anak menjadi 4 fase.
- Fase oral: berlangsung sejak bayi lahir sampai usia 1-2 tahun. Pada fase ini, mulut merupakan pusat kenikmatan bagi bayi. Karena itu bayi senang menyusu dan mengisap.
- Fase anal: berlangsung mulai usia 2-4 tahun. Pada fase ini, daerah dubur dan sekitarnya, seperti uretra (saluran kencing), merupakan pusat kenikmatan. Perasaan senang atau nikmat dirasakan ketika anak menahan buang air besar atau air kecil.
- Fase falus: mulai usia 4-6 tahun. Anak merasakan alat kelaminnya sebagai bagian yang menyenangkan, anak senang mempermainkan kelaminnya. Sebagian anak, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan dapat mencapai orgasme.
- Fase laten: pada usia sekolah. Anak tidak lagi memusatkan perhatian kepada kelaminnya. Bahkan anak seakan-akan lupa bahwa kelaminnya merupakan bagian yang menyenangkan. Tetapi pada bagian akhir fase laten, yaitu pada masa menjelang remaja, perhatian terhadap kelamin mulai muncul lagi. Setelah itu anak memasuki masa remaja.
Keempat fase itu menunjukkan bagaimana anak menyadari ada bagian tubuh tertentu yang memberikan perasaan senang.
Perilaku anak pada fase falus atau yang disebut juga fase genital sebenarnya
merupakan suatu bentuk masturbasi yang tidak direncanakan. Artinya perilaku ini muncul begitu saja tanpa ada yang menyuruh. Mengapa? Karena pada masa itu anak mulai menyadari bagian kelamin menyenangkan bagi dirinya.
Banyak orangtua merasa khawatir atau merasa tidak senang melihat anaknya melakukan itu. Padahal dulu ketika kecil, mereka juga melakukan seperti itu. Kekhawatiran muncul karena orangtua tidak mengerti bahwa itu adalah sebagian perkembangan psikoseksual anak.
Penyebab lain, karena kesalahan informasi atau mitos tentang masturbasi, yang dianggap dapat menyebabkan berbagai penyakit, dan secara moral dianggap dosa. Karena itu tinjauan secara ilmiah harus diketahui oleh masyarakat, karena didasarkan pada banyak penelitian yang berarti mengandung kebenaran yang obyektif.
Perasaan tidak nyaman orangtua mungkin juga muncul kalau anak melakukannya di depan orang lain, misalnya ketika ada tamu. dalam keadaan seperti ini, sikap yang tepat ialah tidak memarahi anak. Orangtua dapat mengalihkan perhatian anak, misalnya dengan memberinya permainan.
Tetapi pada dasarnya orangtua tidak perlu khawatir, karena masa itu akan dilalui, dan anak masuk ke fase laten. Pada fase ini, anak tidak lagi terlalu memperhatikan kelaminnya. Perhatian terhadap kelamin muncul kembali setelah anak menjadi remaja. Pada masa remaja, masturbasi menjadi sering dilakukan lagi karena dorongan seksual muncul akibat pengaruh hormon testosteron.
Pendidikan seks kepada anak diberikan sedini mungkin, baik prasekolah di keluarga, maupun pada masa sekolah.
TIPS: Menghadapi anak masturbasi |
|