Ibunda Ferdy merasa sudah saatnya berkonsultasi ke dokter mengenai perilaku buah hatinya yang akhir-akhir ini mengkhawatirkan.
Sudah 3 bulan Ferdy (5 tahun) bersekolah di TK B, setelah setahun sebelumnya bersekolah di tempat lain untuk jenjang TK A. Dalam kurun waktu yang cukup singkat itu, dirinya sudah beberapa kali “diundang” oleh pihak sekolah untuk mendiskusikan perilaku Ferdy. Memang, acara pindah sekolah ini sebetulnya usulan Ferdy, karena sekolah yang baru ini lebih banyak mainannya. Begitu alasan bocah kecil ini.
Sebenarnya kalau boleh jujur, sang Mama setuju-setuju saja, karena guru di TK yang lama pernah ‘angkat tangan’ menghadapi Ferdy yang tidak bisa diam. Belum lagi hobinya yang selalu bertanya ini itu tiada habisnya, kebiasaan menyerobot kesempatan menjawab yang diberikan bu guru untuk teman-temannya.
Senang tantangan
Di sekolah yang baru, guru mengeluhkan hal yang sama. Malah keluhan gurunya lebih spektakuler lagi, jika aktivitas belajar seputar hal-hal yang baru, Ferdy pasti semangat sekali mengerjakannya. Apalagi kalau kelihatannya hal baru tersebut cukup menantang atau cukup sulit, seperti menyusun puzzle, membuat model tertentu dari lego, menggunting pola dan menempelkannya. Ferdy bisa asyik sendiri sampai lebih dari setengah jam tanpa teralihkan ke kegiatan lain.
Bocah enerjik ini sangat pandai menggambar. Walaupun ia cenderung tidak menuruti aturan menggambar yang baku, seperti menggambar matahari ada 5, berlatih menggambar lingkaran, ia juga bisa membuat tokoh kartun dari lingkaran yang sudah dibuatnya. Ferdy selalu memiliki alasan menarik atas semua hasil pekerjaannya yang lain dari teman-temannya itu.
Ferdy sering tampil bak pahlawan, menolong teman-temannya yang kesulitan, membantu teman mewarnai, mengguntingkan pola, atau menyusun puzzle. Kadang terdengar komentarnya menasihati temannya, bak orang dewasa. Tapi, kalau kegiatan yang diberikan guru tidak menarik baginya atau materi tersebut sudah pernah diajarkan, maka ia tampak uring-uringan, hilir mudik di dalam kelas, tidak mau mengerjakan instruksi guru, atau malah melamun dan kelihatan jenuh.
Sekilas cerita di atas mencerminkan perilaku anak yang tidak bisa diam, dan jika dokter tidak cermat melakukan penilaian dapat tertukar-tukar menggolongkan Ferdy sebagai anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau yang dikenal sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), atau mungkin tertukar dengan gangguan perilaku lainnya. Padahal jika kita simak, Ferdy bisa menghabiskan waktu cukup lama pada aktivitas yang disukainya. Ini menyingkirkan kemungkinan tergolong anak ADHD.
Setelah dilakukan penilaian dan observasi perilaku yang cermat, juga serangkaian psikotest, tingkat kognisi (IQ) Ferdy sangat jauh di atas rata-rata, yaitu 147. Level IQ yang lebih dari 130 disebut juga dengan giftedness atau anak berbakat.
Kapan Anak disebut Berbakat?
Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan kemampuan luar biasa dalam bidang intelektual (level IQ>130; Level IQ normal adalah 90-110), kreatif, atau berprestasi sangat istimewa di bidang akademis tertentu, biasanya disertai kemampuan memimpin, atau berprestasi luar biasa di bidang seni.
Sebanyak 3-5 persen dari populasi anak di Amerika Serikat merupakan anak berbakat. Faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang anak menjadi anak berbakat yaitu;
- faktor genetik
- kemampuan memahami simbol-simbol
- adanya kesempatan untuk mengembangkan bakat
- dukungan orangtua untuk mengembangkan bakat
- adanya aktivitas yang mengakomodasi bakatnya
- pengaruh positif teman sebaya serta lingkungannya terhadap bakat yang dimilikinya.
Biasanya anak berbakat memiliki kepribadian yang baik, cenderung sensitif dan mudah berempati. Mereka juga biasanya sangat perfeksionis, sangat akurat, sangat mengedepankan logika, tekun dan gigih dalam mengerjakan suatu “tugas” yang menantang.
Mereka sangat bersemangat mempelajari hal-hal baru, namun mereka tidak begitu saja menuruti instruksi atau aturan yang diberikan. Mereka aktif mempertanyakan alasan kenapa peraturan tersebut diberlakukan, atau kenapa mereka harus mengerjakan sesuatu hal, dan seterusnya.
Pertanyaan-pertanyaan lain yang sering diajukan adalah seputar hal yang bersifat abstrak atau gaib, misalnya mengenai Tuhan, malaikat, dsb. Anak berbakat menunjukkan kemampuan berpikir kompleks dan memiliki kemampuan “judgement” moral yang lebih “advanced” dibandingkan usianya. Misalnya, Ferdy tidak suka keluarganya main kartu di rumah, karena menurutnya bermain kartu sama dengan judi, dan ia tidak suka rumahnya ada kegiatan haram.
Anak berbakat juga sangat kreatif, dan senang permainan konstruktif atau menciptakan sesuatu. Ketika bermain lego, mereka bisa menghasilkan berbagai model yang serupa bentuk aslinya, misalnya robot-robotan, jerapah, kereta api, mobil, tanpa mencontoh pola.
Nah, kalau Ferdy tergolong anak berbakat, mengapa orangtua dan gurunya kewalahan?
· Orangtua dan guru tidak mengenali bakat anak berbakat. Di mata mereka anak berbakat sering tampak sebagai anak yang tidak penurut, semaunya sendiri, tidak bisa diam, dan selalu harus terpenuhi keinginannya.
· Sebaiknya orangtua dan guru mengakomodasi kemampuan anak berbakat tanpa mengganggu lingkungan sosialnya. Guru memberikan kesempatan untuk mengerjakan permainan atau tugas yang sama dengan teman-temannya, tapi khusus untuk anak berbakat berikan instruksi yang lebih banyak dan lebih kompleks, sesuai dengan kemampuannya.
· Ajak berdialog mengenai hal-hal yang bervariasi, tidak hanya seputar kegiatan sekolah tapi juga mengenai kehidupan sehari-hari yang menarik yang dapat dijelaskan secara logis, misalnya membahas bagaimana fenomena munculnya pelangi, mengapa turun hujan, atau bisa terjadi guntur, dan seterusnya.
· Sesekali berikan kesempatan anak berbakat membawa buku ceritanya ke sekolah dan menceritakannya di depan teman-teman dan gurunya. Atau perkenankan mereka menjadi “asisten” Ibu guru jika ada teman yang kesulitan mengerjakan tugas.
· Pola kegiatan yang berbeda akan sangat menyenangkan anak berbakat. Mereka tambah semangat pergi ke sekolah, bahkan sudah “sibuk” menyiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke sekolah, dan stop hilir mudik atau bersikap bosan di dalam kelas.
Kerjasama yang saling mendukung antara sekolah dan orangtua sangat mempengaruhi sikap, kepribadian dan prestasi anak berbakat seperti Ferdy di kemudian hari.
Referensi:
Giftedness. JM. Sattler. Assessment of children, behavioral and clinical applications, Jerome M. Sattler, Publisher, Inc, San Diego, 2002
No Comments
anakku,saya seorang ibu dari Luqman(2tahun8bln) anak saya tidak mau diam,jika belajar sebetulnya dia bisa tp jika d suruh mengulang tidak mau,lebih senang mainan perkakas asli d bandingkan dgn perkakas mainan,lalu jika sedang menonton film kartun dan cerita sedih dia bisa sampai menangis.terbawa emosi,tp dia lebih sulit diatur..apakah termasuk anak berbakat?trim atas jawabannya