Saat si kecil sakit, tentu dengan petunjuk dokter, kita terkadang harus memberinya obat. Namun ternyata, memberikan obat kepada si kecil butuh beberapa hal yang harus dicermati.
1. Pastikan obat asli dan tidak rusak
Membeli obat di apotik adalah salah satu langkah untuk meyakinkan obat yang dibeli asli atau tidak. Toko obat tidak mempunyai ijin untuk menjual obat resep. Jika ada toko yang menjual obat resep tidak dapat dipastikan apakah obat resep yang dijual asli atau tidak.
Untuk lebih memastikan perhatikan beberapa ciri-ciri obat yang dicurigai palsu:
- Kemasan obat jelek dan tidak meyakinkan.
- Masing-masing tablet dalam kemasan tersebut berbeda-beda ukuran.
- Mutu tablet tidak sama, ditandai warna yang tidak sama rata (misalnya satu tablet berwarna kecoklatan, sementara yang lain putih bersih).
- Sirup palsu bisa memiliki rasa berbeda dengan asli.
Kriteria obat palsu adalah obat yang tidak dibuat oleh pabriknya alias dipalsukan, obat yang melebihi batas kadaluarsa namun tetap dijual dengan meng-ubah waktu yang tertera, obat yang memiliki kadar di luar rentang kadar yang tertulis. Misalnya parasetamol (obat demam) tertulis 500 mg tetapi ternyata hanya mengandung setengahnya.
2. Tanyakan cara minum obat secara teliti pada apoteker atau dokter
Efektivitas obat juga dipengaruhi oleh caranya mengkonsumsi. Pastikan untuk menanyakan:
Apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan?
Sebagian obat dipengaruhi penyerapannya oleh makanan, dapat berinteraksi dengan obat lain, bahkan mengganggu lambung bila dikonsumsi dengan cara yang salah. Misalnya vitamin C dosis tinggi bila diminum saat perut kosong dapat mengiritasi lambung kecuali dalam bentuk vitamin C ester. Obat tetrasiklin tidak boleh diminum bersamaan dengan kalsium karena dapat terjadi “pengikatan” hingga dua-duanya tidak terserap tubuh, dan sebagainya
Apakah sirup diminum dengan sendok makan atau sendok obat?
Jika demam anak tidak turun meskipun sudah minum obat, perhatikan apakah dosis yang diberikan sudah sesuai atau tidak. Terkadang ini disebabkan hanya masalah sepele yaitu ukuran takar:
Ingatlah
- Satu sendok teh yang tertera pada resep = satu sendok obat = 5 cc sirup
- Satu sendok teh rumah tangga = 2 cc sirup
- Satu sendok makan yang tertera pada resep = 15 cc sirup
- Satu sendok makan rumah tangga (sendok bubur) = 8 cc sirup
Perhatikan takaran mana yang dimaksud
Apakah obat harus dihabiskan atau dapat disimpan dan apa kegunaannya?
Obat antibiotika haruslah dihabiskan, sebaliknya misalnya obat penurun panas dapat disimpan dan digunakan lain waktu. Catatlah kegunaan obat tersebut pada kemasan/bungkus obat yang diresepkan terutama pada puyer. Misalnya: diminum bila demam, diminum bila batuk, dan sebagainya.
3. Bacalah petunjuk pada kertas obat
Kapan tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa obat.
Mfg (tanggal pembuatan obat): tanggal ketika obat diproduksi
Exp. Atau ED (tanggal kadaluarsa obat): waktu ketika rata-rata obat tersebut sudah mengalami perubahan dan tidak dijamin lagi efeknya terhadap penyakit, didasarkan pada penelitian oleh pabrik pembuat obat.
Kontraindikasi
Menunjukkan obat tidak boleh diberikan pada kondisi tertentu karena dapat menimbulkan efek yang tak diinginkan. Misalnya antibiotika penisilin tidak boleh diberikan pada orang dengan alergi penisilin. Perhatikan kontraindikasi tersebut terutama pada anak.
Cara pemakaian dan dosis obat
Bacalah secara teliti cara pakai obat: obat yang harus dikocok terlebih dahulu adalah obat suspensi yaitu butiran padat dilarutkan dalam cairan sehingga pengocokan dapat membuat zat aktif tersebar rata. Obat emulsi adalah minyak dalam cairan misalnya minyak ikan. Perhatikan untuk mengocoknya dengan arah dari atas ke bawah (vertikal) agar lebih mudah merata.
Dosis:
Obat-obat yang dijual bebas biasanya sudah menyertakan dosis untuk anak-anak misalnya 10 mg/kilogram berat badan atau berdasarkan usia. Jika anak kurus sekali atau gemuk sekali tidak sesuai deng-an usianya, pastikan untuk memperhatikan dosis tersebut, dan yakinkan dosis yang diberikan tidak melebihi dosis yang diijinkan (dosis maksimal).
Hati-hati dengan kata “forte” (fortius = lebih kuat). Misalnya Amoxyl adalah 125 mg setiap 5 ml, sedangkan Amoxyl Forte adalah 250 mg setiap 5 ml artinya obat tersebut mengandung dosis lebih tinggi dari dosis biasa dan akan mempengaruhi takaran yang diberikan.
Efek samping/adverse reaction
Adalah reaksi yang bisa terjadi pada dosis biasa selain efek obat yang diinginkan. Misalnya obat antihistamin memiliki efek samping mengantuk.
Peringatan/ special precaution
Adalah hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh konsumen dan bila terdapat keadaan tersebut harus dikonsultasikan ke dokter. Misalnya keadaan hamil atau menyusui.
Interaksi obat
Artinya obat tersebut dapat bekerja sinergi atau berlawanan dengan obat lain. Perhatikan keterangan, terutama bila meminum lebih dari satu jenis obat.
Petunjuk kategori obat
Setiap obat mencantumkan bulatan berwarna se-suai dengan kategori obat. Bulatan hijau artinya obat bebas dikonsumsi (multivitamin, jamu, minyak kayu putih), bulatan biru artinya obat bebas terbatas, yakni obat tersebut dapat dikonsumsi bebas namun harus dibaca aturan pakainya (obat anti demam, obat luka), bulatan merah artinya obat keras yang harus diresepkan dokter (semua jenis antibiotika).
4. Cicipi obat sebelum diminumkan pada anak
Dianjurkan ibu mencicipi terlebih dahulu obat yang akan diberikan pada anak. Ada obat yang rasanya luar biasa pahit hingga anak menolak minum. Selain itu, perubahan rasa merupakan salah satu indikator obat sudah tak bisa diminum lagi.
5. Simpan obat dengan baik
Obat-obatan dapat dikonsumsi kembali dengan penyimpanan yang baik. Obat adalah bahan kimia yang akan dipengaruhi cuaca, suhu, dan udara.
Sampai kapan obat yang sudah dipakai bisa di-simpan? Tak ada patokan waktu, yang jelas perubahan rasa obat merupakan petunjuk apakah obat masih bisa digunakan atau tidak. Untuk puyer, lihatlah apakah sudah terjadi gumpalan yang artinya obat itu sudah mengalami reaksi kimia dan tak bisa dijamin lagi efeknya.
Referensi:
- Ekstra Farmakope No.29, tahun 1989
- Ganiswara, SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, ed. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995.