Kini liburan lebih ‘berwarna’, sifatnya lebih ke kembali ke alam. Tempat yang dituju membutuhkan tenaga fisik, berjalan kaki dan kadang butuh pemandu.
Minggu dini hari Diana (45hn) bergegas berangkat dari rumah. Hari ini dengan penerbangan paling pagi, perempuan yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak ini menuju Semarang. Bersama teman-teman semasa kuliah ia berencana trekking menjelajah Dieng dan sekitarnya.
Lain lagi dengan Sissy (50thn) seorang pengacara senior, ia sudah beberapa kali trekking di beberapa tempat. Kali ini ia dan lima teman SMA-nya ingin menjelajah Nepal. Untuk itu bu tiga anak ini melakukan persiapan fisik. Selain lari pagi ia juga rutin berenang, yoga, dan menjaga pola makannya.
Belakangan, wisata yang bersifat menantang kekuatan fisik lebih banyak dilirik. Dorongan untuk menikmati keindahan alam mungkin menjadi salah satu alasan, atau bisa juga karena bosan dengan liburan biasa. Ditambah lagi peran media sosial seperti instagram (ig), Facebook (FB), path, yang membuat dunia tampak di depan mata. Postingan foto-foto liburan seseorang, memberi ide kepada yang lain.
Kesibukan sehari-hari, membuat kita ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Berjalan kaki dengan sedikit ‘bumbu’ jalan terjal, selain membakar kalori juga membuat kepedulian akan kelestarian alam bertambah. Atau menambah pengetahuan, jika tempat yang Anda tuju bernilai sosial budaya, misalnya mengunjungi wilayah Baduy. Sisi lain adalah terjalinnya kekompakan dengan teman seperjalanan. Jika ada teman seperjalanan mengalami keram, yang lain membantu.
Semua hal diatas menjadi sebuah paket liburan yang seru serta menyenangkan, tertawa bersama, dan saling support.
Andririni Yaktinisasi Hermanto Sardjoe (Psikolog Sosial)
Saluran Pelepas Tekanan Sekaligus Having Fun
Minat yang berubah itu tentunya karena orang punya lebih banyak opsi untuk memilih. Nilai sosial juga sudah semakin jauh bergeser dari yang kita kenal sebelumnya. Ibu-ibu cantik masa kini juga mungkin saja punya keinginan melakukan aktivitas yang sifatnya challenging. Apalagi kegiatan petualangan ini memberinya kesempatan untuk melakukan “katarsis” dari beban yang mungkin mereka miliki.
Bukankah kegiatan itu memberinya kebebasan untuk berteriak, bergerak tanpa batas? Tentunya pada mereka yang membutuhkan saluran pelepas tekanan sekaligus having fun? Itu jika mereka ikut outbound dan sejenisnya. Menguji kekuatan, merasakan sensasi hal yang baru mungkin jadi pertimbangan mereka. Mengapa harus satu gank? Ya dengan begitu rahasia gokil mereka bisa dipahami kelompoknya. Kalau sudah berkelompok biasanya sifat kekanak-kanakan akan muncul. Ini bonusnya.
Reason mereka banyak sekali, tergantung invidunya, namun intinya mencoba yang diluar kebiasaan adalah sesuatu yang menarik. Ingin tahu, ingin merasakan sensasi, dianggap “hebat”, dan juga bisa diceritakan sebagai prestasi ke anak-anak. Seru bukan?
Kegiatan challenging tersebut bisa menyalurkan dorongan agresivitas yang ada disetiap individual secara sah dan halal. Satu lagi, orang Indonesia itu latah, suka copy paste. Hahaha. Begitu ada yang melakukan, biasanya menular.