Skoliosis merupakan pembengkokan ke arah samping dari tulang belakang yang merupakan suatu kelainan bentuk (deformitas). Skoliosis, yang masuk dalam bidang ilmu orthopaedi ini, dibagi dua yaitu skoliosis struktural dan non-struktural (postural).
# Skoliosis postural: deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap beberapa keadaan di luar tulang belakang, misalnya pada pasien dengan salah satu kaki yang pendek, atau kemiringan panggul akibat kelemahan otot. Bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.
# Skoliosis struktural: terdapat deformitas yang dalam posisi apa saja tetap tampak miring. Kelainan akan makin kompleks kalau terjadi juga rotasi tulang belakang tersebut, di mana tonjolan bagian belakang berputar ke arah cekungan kurva.
Skoliosis struktural dibagi menjadi tiga kategori utama :
- kongenital (kelainan bawaan sejak lahir)
- neuromuskular (kelainan sistem otot)
- skoliosis idiopatik (sebab yang tak diketahui). Skoliosis idiopatik paling sering terjadi, yaitu sekitar 80%.
Meski penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, tapi ada beberapa teori yang menyebutkan penyebabnya antara lain; faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan.
Skoliosis vs kehamilan
Kabar baik baik bagi para perempuan dengan skoliosis, bahwa skoliosis bukanlah halangan untuk hamil, karena skoliosis tidak mengganggu kesuburan. Adanya skoliosis pada wanita hamil tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Sedangkan bagi perempuan penderita skoliosis itu sendiri, ada beberapa penelitian menyebutkan, salah satunya bahwa terjadi progresivitas derajat kurva pada perempuan penderita skoliosis yang pertama kali hamil. Tetapi derajat kurva ini tetap sama pada kehamilan berikutnya.
Penelitian lain menyatakan bahwa sebelum tahun 1950 kehamilan dianggap akan memperburuk derajat kurva skoliosis. Namun observasi selama 40 tahun pada ratusan perempuan skoliosisi yang hamil, ternyata kehamilan tidak meningkatkan progresivitas dari skoliosis tersebut. Risiko progresivitas derajat skoliosisi tidak dipengaruhi oleh usia ibu saat hamil, jumlah kehamilan, dan stabilitas dari skoliosis tersebut saat dewasa.
Kehamilan, persalinan dan komplikasi pada janin tak berbeda antara penderita skoliosis dan yang normal. Sedangkan hormon yang meningkat pada kehamilan meski mengganggu sistem kekebalan tubuh, namun tidak mengganggu skoliosis. Gangguan yang bermakna pada perempuan hamil dengan skoliosis yang ekstrim, bahwa nyeri pinggang akan lebih parah dari wanita hamil tanpa skoliosis.
Persalinan normal
Perempuan hamil dengan skoliosis dapat melahirkan dengan cara normal. Namun bagi mereka yang akan melahirkan dengan operasi caesar maka pembiusan melalui suntikan pada tulang belakang (anestesia spinal) untuk operasi dilakukan sedikit lebih sulit dari wanita hamil tanpa skoliosis. Karena itu informasi adanya skoliosis harus disampaikan untuk dicatat pada rekam medik pada waktu pemeriksaan kehamilan.
Terkadang kelemahan otot pada perempuan dengan skoliosis menyebabkan persalinan harus dibantu dengan alat tertentu (forceps atau suction). Karena itu nutrisi yang seimbang, istirahat yang cukup, latihan dan pemeriksaan selama kehamilan, harus diperhatikan. Bukan saja untuk janin tetapi juga bagi ibu atau calon ibu itu sendiri dengan skoliosisnya.