[pullquote]Si kecil sudah cukup umur dan sudah waktunya berhenti nenen. Tunggu dulu, pertanyaannya adalah: Apakah sudah waktunya si kecil disapih?[/pullquote]
Bagi seorang ibu, proses menyusui adalah proses dimana ia membangun ikatan yang kuat dengan buah hatinya. Namun seiring perjalanan waktu si kecil sudah bertambah besar dan Anda mulai berpikir bagaimana menyapihnya.
Menyapih anak tak semudah membalikkan telapak tangan. Anda sudah mencoba berbagai cara, namun si kecil tetap tak mau lepas dari ASI. Tapi percayalah bahwa jika Anda melakukan proses penyapihan dengan tepat maka kesulitan tersebut akan dapat dilalui. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika menjalankan proses penyapihan adalah kecukupan kebutuhan nutrisi si kecil agar tak mengganggu perkembangannya.
Kapan Anak Siap Disapih?
Ketika berniat menyapih, Anda perlu memastikan kesiapan dan usia anak. Seorang anak dikatakan telah siap untuk disapih apabila ia telah menerima makanan padat dan sudah tak lagi menjulur-julurkan lidahnya bila disodorkan makanan. Pada umumnya sistem pencernaan anak siap menerima makanan padat pada usia 6 bulan. Begitu pula ginjal pada usia tersebut sudah mampu mengeluarkan protein secara baik.
Tanda lain menyangkut kesiapan anak untuk disapih juga bisa dilihat apabila kepala anak sudah mulai bisa tegak tanpa bantuan dan anak merasa tertarik dengan makanan yang dipegang sang ibu. Dalam proses penyapihan sebaiknya anak disapih total ketika ia siap menerima makanan keluarga, yaitu sekitar usia 1 tahun.
Hindari Terlalu Cepat atau Terlalu Lambat
Proses penyapihan jangan dilakukan terlalu dini (sebelum usia 6 bulan), karena akan menyebabkan anak mudah terkontaminasi kuman. Bayi yang terlalu dini diberi makanan padat, lambungnya lebih cepat kenyang sehingga asupan ASI berkurang. Risiko lainnya adalah alergi. Itu sebabnya tidak disarankan menyapih anak terlalu dini, karena ASI masih menjadi makanan utama.
Yang sebaliknya juga berlaku bila proses penyapihan dilakukan secara terlambat, karena dapat menyebabkan anak kekurangan gizi dan cenderung lebih sulit menerima makanan baru, karena terlambat beradaptasi. Dari segi fungsi motorik, proses penyapihan yang lambat juga membuat anak menjadi tidak terlatih dalam hal mengunyah, cenderung suka mengemut makanan, mengalami malnutrisi serta kelainan pada gigi.
Ibu Lebih Tahu, Kapan Waktu yang Tepat
American Academy of Pediatrics menyatakan bahwa penyapihan total anak dari ASI merupakan keputusan dari sang ibu karena ialah yang paling tahu kapan anak siap untuk disapih. Untuk itu Anda sebagai ibu tak perlu membandingkan dengan ibu-ibu yang lain tentang bagaimana proses menyapih anak karena tiap anak berbeda.
Pada beberapa kondisi proses penyapihan dapat mengalami penundaan, misalnya ketika anak memiliki riwayat alergi hingga diperlukan pengenalan makanan yang lebih lambat dibandingkan anak sebayanya. Bila anak sakit atau sedang tumbuh gigi, proses penyapihan juga dapat membuat suasana menjadi traumatik baginya (dan juga bagi ibunya).
Dalam kondisi-kondisi tertentu untuk melakukan penyapihan tunggulah hingga anak kembali sehat dan ceria. Begitu pula, bila terjadi perubahan besar seperti pindah rumah.
Awas Kekurangan Zat Besi
Penelitian menunjukkan anak dalam proses penyapihan rentan terhadap kekurangan zat besi. Penelitian oleh Hallberg dkk. ini menunjukkan pentingnya suplementasi besi atau makanan kaya daging (atau sumber zat besi lain) selama proses penyapihan terutama bila anak makin sedikit mendapat ASI.
Dikatakan penambahan 25 gr daging merah pada menu bayi sehari-hari akan meningkatkan absorbs besi sebanyak 50%. Daging merah ini bisa diberikan dalam kombinasi dengan puree kentang, bubur nasi atau dicincang kecil-kecil dalam nasi tim.
Sumber zat besi lain seperti hati sapi atau hati ayam dapat menjadi alternatif. Begitu juga sayur-sayuran hijau yang mengandung banyak zat besi. Untuk menambah absorbsinya, perlu ditambahkan pemberian buah kaya vitamin C seperti jeruk, papaya, stroberi, dan buah berdaging merah atau oranye lainnya.