[pullquote]Idealnya dalam suatu perkawinan suami dan istri hidup bersama membesarkan putra dan putri mereka. Namun seiring meningkatnya kebutuhan, banyak pasangan yang akhirnya hidup terpisah demi mengejar karir dan masa depan keluarga.[/pullquote]
Rani adalah seorang ibu rumah tangga yang menetap di Jakarta bersama kedua anaknya, sementara suaminya bekerja di luar negeri. Dalam keseharian Rani banyak menghabiskan waktu untuk mengurus kedua putranya seraya menjalankan bisnis onlinenya dari rumah. Memang peran Rani dalam menjalankan rumah tangga tanpa didampingi suami bukanlah peran yang mudah. Tetapi ia percaya bawa apa yang dilakukan suaminya demi masa depan keluarga sehingga ia harus rela menjalaninya.
Barangkali kasus yang dialami Rani merupakan satu dari sekian kasus yang banyak dialami orang pada masa sekarang. Banyak pasangan yang akhirnya harus menempuh hidup terpisah dari pasangan dan anak-anak dengan berbagai sebab seperti halnya bekerja atau studi di luar kota maupun di luar negeri.
Peran yang harus dilakukan
Menjalin hubungan jarak jauh dengan pasangan membutuhkan komitmen yang kuat, dan yang lebih penting lagi kepercayaan. Jarak merupakan pertaruhan untuk mengukur seberapa kuat komitmen dan kepercayaan antara suami dan istri.
Biasanya pihak yang ditinggalkan memikul beban cukup berat. Misalnya istri yang ditinggal suami dalam jangka waktu tertentu maka istrilah yang harus mempersiapkan mental dan fisik agar mampu menjalankan peran termasuk menggantikan tugas yang biasa dipegang suami. Bila biasanya istri hanya mengurus urusan anak-anak, mengatur keuangan dan rumah. Pada saat suami tidak ada di rumah ia harus bisa menggantikan perannya seperti memanggil teknisi ketika listrik dan keran mati, menghubungi bengkel saat mobil bermasalah, memanggil tukang ketika genteng rumah bocor dan sebagainya. Begitupun sebaliknya ketika yang ditinggal adalah suami, ia juga harus bisa menggantikan peran yang biasa dikerjakan sang istri.
Dampak hubungan jarak jauh
Ketika suami istri terpaksa harus hidup secara terpisah karena tugas penting, studi atau yang lainnya memang bukanlah yang diharapkan pasangan pada umumnya. Dalam kasus ini ada masa-masa dimana pasangan merasa kehilangan beberapa momen berharga dalam perjalanan kehidupan perkawinan mereka. Ada saat-saat bahagia dan sedih yang akan dilalui masing-masing pasangan secara terpisah dan tentu dalam hal ini masing-masing membutuhkan seseorang untuk berbagi.
Pasangan harus tetap realitis dengan segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi, termasuk rasa curiga. Di sinilah pentingnya kepercayaan. Pasangan harus mengingat kembali arti komitmen. Dan jika kemungkinan terburuk terjadi perselingkuhan, bagaimanakah pasangan menyingkapinya. Memilih benar-benar berpisah dalam arti sesungguhnya? Atau sebaliknya bisa mentolerir kesalahan pasangan? Tiap pasangan harus melakukan intropeksi bagaimana hubungan dengan pasangan. Masing-masing harus saling mengenal pasangan dan semua kembali pada komitmen bersama.
Membina komunikasi dengan anak dan pasangan
Saat ini memang banyak media seperti telepon, skype, maupun media sosial lainnya yang bisa digunakan pasangan untuk saling berkomunikasi dengan keluarga maupun anak-anak. Komunikasi dengan pasangan dan anak-anak harus sudah dijalin sejak belum memutuskan untuk hidup saling berjauhan. Kalau dari awal sejak masih hidup berdekatan komunikasi tidak berjalan lancar maka ketika hidup berjauhan pun semakin sulit untuk berkomunikasi lebih baik.
Berkomunikasi dengan pasangan bisa dilakukan dengan menanyakan keadaan rumah. Sementara anak juga perlu diajak ngobrol secara dekat jangan hanya menanyai anak sebatas intruksi. Orangtua yang jauh harus selalu mencari cara berkomunikasi, apakah ia harus menelpon anak setiap hari, menanyakan perkembangan yang dicapai anak, mengucapkan selamat ulang tahun ketika anak berulang tahun dan sebagainya.
Banyak contoh kasus seperti halnya ketika ayah/ibu bekerja jauh, pulang dalam jangka waktu tertentu dan frekuensi komunikasi yang kurang. Biasanya anak tidak mau berkomunikasi, memilih diam, marah, benci, acuh dan menghindar dari orangtuanya. Sikap ini sebagai bentuk kesedihan atau kemarahan anak karena harus terpisah dari orang yang mereka sayangi.
Dibutuhkan kompromi yang kuat antar pasangan, apakah suami yang pulang mengujungi istri, atau sebaliknya istri dan anak-anak yang datang mengunjungi suami.
Konsultan: Dr. Baby Jim Aditya M.Psi