[pullquote]Mencuatnya kasus difteri meresahkan, di tengah gencarnya anjuran imunisasi. Mengapa difteri kembali muncul?[/pullquote]
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, mengakui sudah dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) penyebaran penyakit difteri. Dari 22 kasus terjadi per 1 Januari-7 April 2014, satu orang di antaranya meninggal dunia. (Sinar Harapan)
Diteri adalah disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Di masa lalu difteri termasuk penyakit yang mengerikan karena telah menyebabkan ribuan kematian, terumana di negara belum berkembang. Kalaupun sembuh dapat meninggalkan kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal.
Berikut tanya jawab Anakku dengan Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), Konsultan Penyakit Infeksi dan Pediatri Tropis, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM yang juga Sekretaris Satgas Imunisasi PP IDAI (Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia).
T: Bagaimana gejala difteri?
J: Gejala difteri biasanya timbul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi, ditandai dengan:
• Lapisan tebal berwarna abu-abu yang menyelimuti tenggorokan dan tonsil,
• suara serak dan nyeri saat menelan,
• pembesaran kelenjar getah bening di leher,
• sesak atau nafas cepat,
• pilek disertai demam dan menggigil,
• badan kelihatan lemah.
Pada beberapa orang, gejala bisa ringan, atau bahkan tidak jelas atau tidak ada sama sekali. Seseorang kadang tidak menyadari bahwa dia sebagai karier (pembawa bibit penyakit), yang dapat menyebarkan penyakit tanpa dia sadari.
T: Anak usia berapa yang paling rentan terserang difteri?
J: Saat ini yang paling rentan difteri anak berusia > 5 tahun.
T: Komplikasi apa saja yang disebabkan oleh difteri?
J: Difteri menyebabkan gangguan pada beberapa organ, antara lain
- Masalah pernafasan: Difteri menghasilkan racun (toksin) yang bersifat menghancurkan jaringan terinfeksi, biasanya di hidung dan tengorokan. Pada lokasi ini, infeksi menyebabkan batuk, lapisan abu-abu tersebut adalah sel mati, bakteri, dan substansi lain. Lapisan ini menyumbat saluran nafas yang dapat menyebabkan kematian.
- Kerusakan jantung: toksin difteri menyebar melalui aliran darah dan bila sampai di jantung, menyebabkan peradangan pada otot jantung. Berat ringannya serangan diketahui melalui pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Infeksi berat menyebabkan gagal jantung yang dapat berujung pada kematian.
- Kerusakan syaraf: Difteri menyebabkan gangguan syaraf yang menyebabkan kelemahan otot di seluruh tubuh. Apabila toksin merusak syaraf di otot pernafasan, maka anak tidak dapat bernafas tanpa alat bantu pernafasan.
T: Mengapa belakangan ini kasus difteri kembali meningkat?
J: Penyakit difteri muncul akibat anak tidak mendapatkan imunisasi DPT dengan lengkap, sehingga cakupan imunisasi di suatu tempat rendah. Ini terjadi akibat pemahaman keliru tentang imunisasi, adanya bencana, perang/konflik, sehingga anak-anak harus menghuni camp pengungsian.
T: Bagaimana imunisasi DPT melindungi anak dari difteri?
J: Efektivitas perlindungan vaksinasi difteri apabila dilakukan lengkap sesuai umur adalah sebesar 87-96%. Itu sebabnya, saran kami kepada para orangtua lengkapi status imunisasi pada anak Anda.
Jangan biarkan difteri merampas tumbuh kembang dan keceriaan buah hati Anda.