[pullquote]Kesulitan belajar spesifik dikenal sebagai “dyslexia” yang berasal dari bahasa Greek yaitu “dys” berarti kesulitan, dan “lexis” yang berarti bahasa.Disleksia diartikan sebagai kesulitan belajar spesifik berupa kesulitan membaca, mengeja, dan menulis, yang tidak sebanding dengan tingkat intelegensinya.[/pullquote]
[dropcap style=”color: #83d358;”]A[/dropcap]nak disleksia tidak mempunyai penyakit atau kelainan saraf, dan mempunyai tingkat kecerdasan yang normal atau di atas rata-rata. Kesulitan belajar spesifik juga tidak disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua kepada anak, atau karena orangtua terlalu sibuk. Kesulitan belajar spesifik ini dapat dikenali dini dan jika diintervensi secepat mungkin akan memberikan prognosis yang sangat baik. Sedangkan jika tidak mendapatkan penanganan yang pas, dapat berakhir menjadi individu yang selalu terpuruk prestasi akademisnya, serta mempunyai self-esteem yang buruk.
Bagaimana mengenali disleksia secara dini ?
- Adanya riwayat keluarga menyandang kesulitan belajar spesifik
- Anak telat perkembangannya dalam aspek berkomunikasi
- Anak sulit mengenal dan mempelajari ritme lagu
- Anak menunjukkan masalah bermakna dalam mengartikulasikan kata-kata
- Anak sulit menemukan kata-kata yang tepat saat berkomunikasi (gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti, atau bicara melebar dari topik inti)
- Anak menunjukkan kesulitan saat mempelajari huruf dan bilangan/angka, sering tertukar pada huruf atau bilangan tertentu, seperti huruf “b” dengan “p”, “d”,q”; huruf “w” dengan “m”; huruf “m” dengan “n”; huruf “n” dengan “h”, huruf “s” dengan “z”; angka “2” dengan “5”, angka “6” dengan angka”9”, atau huruf-huruf dan angka-angka tersebut ditulis terbalik.
Di usia yang lebih besar anak tampak sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca dan memahami bacaan, saat menulis atau menyalin banyak huruf atau kata yang hilang, anak sulit mengerjakan tes pilihan ganda. Anak lambat pemahamannya akan konsep waktu dan uang. Sebagian anak juga sulit memahami makna kata-kata dalam soal matematika seperti: ”lebih besar dari”, “lebih kecil dari”, “di antara”, “sejajar”, dan sebagainya, dan hal ini disebut sebagai “dyscalculia”. Selain itu kebanyakan anak disleksia juga menunjukkan ketrampilan motorik yang clumsy atau grasa grusu, dan ini dikenal sebagai “dyspraxia”. Sekitar sepertiga anak disleksia juga menyandang gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau yang dikenal sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Bagaimana penanganannya ?
Disleksia merupakan kelainan genetik, sehingga sifatnya disandang seumur hidup. Individu dewasa yang “tidak tampak” lagi disleksia, bukan karena sembuh namun karena sudah menemukan strategi untuk mengatasi kesulitan belajarnya tersebut.
Tidak semua disleksia membutuhkan penanganan khusus karena disleksia pun sangat bervariasi dari disleksia yang sangat minimal dan tidak mengganggu fungsi akademis dan fungsi sosial seorang individu, sampai yang sangat kompleks sehingga bukan hanya prestasi akademisnya yang terpengaruh namun meluas meliputi aspek emosi dan perilakunya.
- Dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang spesifik bagi penyandang disleksia. Dokter anak akan melakukan penilaian awal kemampuan baca tulis hitung serta tingkat kecerdasan anak tersebut. Selain itu perlu dipastikan bahwa anak tidak menyandang kelainan neurologis tertentu. Dokter juga akan mencari dan mempelajari area “kekuatan” anak tersebut semisal area olahraga, area seni, dan lain-lain.
- Remediasi diberikan pada aspek-aspek yang dinilai menjadi kelemahan anak tersebut. Terdapat berbagai teknik dan strategi yang dapat dikerjakan oleh guru, orangtua, ataupun terapis.
- Selain itu, sekolah diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan spesifik dari seorang anak disleksia, misalnya anak-anak ini diusahakan untuk duduk di barisan depan, anak tidak didudukkan berpasangan dengan anak lain yang hiperaktif, anak diberi kelonggaran waktu saat mengerjakan tugas yang berhubungan dengan baca, tulis, hitung; anak diberikan lembar kerja khusus yang ukuran hurufnya lebih besar dari biasanya dan jarak antara barisnya lebih lebar, dan lain-lain.
Di berbagai negara maju, tersedia sistem pendidikan yang baku dan standar bagi penyandang disleksia, bahkan sekolah khusus bagi mereka, dengan setting kelas yang tidak terlalu banyak jumlah muridnya, dan strategi pembelajaran yang khusus / spesifik bagi penyandang disleksia