[pullquote]Garis jingga Sang Surya perlahan menyinari bumi dan menguak tabir kecantikan simbol legenda cinta sepanjang zaman, Taj Mahal memantul bening bak sebuah cermin.[/pullquote]
Mata ini seakan masih tidak percaya, bisa menikmati keindahan mahakarya tanda cinta Taj Mahal di pagi hari ketika matahari mulai terbit. Saya, suami dan buah hati tercinta memang sengaja merencanakannya. Selain memberikan pesona yang berbeda, di pagi hari pengunjung masih sepi. Kami bisa leluasa berjalan dan berfoto sesuka hati.
Bertemu monyet berloncatan
Menerjang rasa ngantuk dan bersiap membelah jalanan New Delhi, tempat tinggal kami saat ini menuju kota Agra. Rasa penasaran yang meletup letup seolah menambah energi dalam diri. Setelah 3 jam perjalanan sampailah kami di Kota Agra yang berada di propinsi Uttar Pradesh.
Jalan menuju Taj Mahal dipenuhi pohon rindang nan menghijau. Monyet bertebaran, bergelantungan dan berloncatan kesana kemari, terkadang melintas di jalanan. Buah hati kami begitu menikmatinya. Ketika melihat seekor monyet menggendong anaknya yang masih kecil, nampak begitu lucu, mengundang gelak tawa kami.
Nampak wanita India menggunakan pakaian saree berjalan tanpa alas kaki menuju arah Taj Mahal. Perlahan terdengar suara puja dan puji nyanyian untuk para dewa diiringi musik tradisional. Semakin mendekati pelataran Taj Mahal, semakin terdengar jelas. Ternyata, di dekat pintu masuk sebelah selatan, beberapa umat agama Hindu menjalankan ritual ibadah pagi harinya.
Bergegas kami pun menuju loket, harga tiket masuk Taj Mahal untuk warga negara asing sebesar 750 Rupees atau sekitar Rp150.000. Sudah termasuk air minum mineral dan sebuah alas kaki sekali pakai. Untuk si Kecil yang saat ini berusia 7 tahun, tidak dikenakan tiket masuk.
Makam megah di sisi Sungai Yamuna
Bagaikan sebuah istana, Taj Mahal memiliki tiga pintu gerbang sebagai pintu masuk yang biasa disebut Darwaza. Pintu gerbang di sebelah Utara, Selatan dan Barat. Sedangkan sisi Timur Taj Mahal, mengalir sungai Yamuna.
Di pintu gerbang dilakukan pengecekan yang cukup ketat untuk para pengunjung. Namun hanya itu saja yang sempat membuat kami terhenti. Memasuki pelataran dalam, terhampar taman hijau nan luas. Bangunan panjang dengan hiasan Chattris berderet diatasnya menaungi dan menghubungkan setiap pintu gerbang. Chattris adalah kanopi dengan empat penyangga yang merupakan ciri khas bangunan era kekaisaran Mughal.
Nampak sebuah gerbang Utama Darwaza-I-Rauza berukuran besar dengan dua lantai dengan desain yang fantastik. Berbingkai tulisan ayat-ayat Al Quran. Diselingi desain bunga, daun dan geometri yang rumit hasil masterpiece para pemahat handal.
Pintu gerbang utama ini seakan menyembunyikan dan menjaga eksotisme yang berada didalamnya. Berdiri di bawah naungan gerbang ini, pandangan kami dimanjakan dengan indahnya aliran air dihiasi air mancur diapit oleh deretan pohon cemara. Taman hijau berhias bunga warna warni dihinggapi puluhan burung putih.
Nun jauh di belakang sana, berdirilah dengan menawan sebuah bangunan mirip masjid besar berwarna putih lengkap dengan mega kubah dan empat menaranya. Ya, itulah Taj Mahal.
Kemegahan lambang cinta
Saya dan suami saling bertatap mata dan tersenyum. Terpukau dan kagum melihat kemegahan lambang cinta yang dibangun pada abad ke-16 ini. Sang buah hati terlihat bersandar di lengkung pintu gerbang, seolah terhipnotis oleh pandangan yang berada di depannya. “So big and beautiful, Can I go there?” tanyanya dengan mata berbinar-binar.
Taj Mahal didirikan oleh seorang Raja kekaisaran Mughal bernama Shah Jahan. Sepeninggal istri tercinta bernama Mumtaz Mahal. Rasa sedih, segenap cinta, serta kenangan dan kepedihan yang dirasakan lalu dituangkan dalam sebuah mahakarya yang menaungi makam istri tercintanya itu.
Terbuat dari marbel putih yang melambangkan kesucian cinta. Butuh waktu hingga 23 tahun lamanya untuk membangun Taj Mahal yang berbentuk asimetris dengan hiasan Kaligrafi Al Quran di setiap bingkai pintu masuk dan dindingnya. Gaya arsitektur yang dipergunakan merupakan gabungan antara gaya Islami, Persia, Ottoman Turki dan India.
Salah satu warisan dunia
Menaiki beberapa undakan menuju Taj Majal, pengunjung diminta memakai alas kaki sekali pakai yang didapat di loket pembelian tiket masuk. Perhiasan kesenian muslim India dan juga mahakarya peninggalan bersejarah dunia ini dijaga kesuciannya bagaikan sebuah masjid.
Masuk ke dalamnya, kami diminta untuk tidak mengambil foto. Di sana terlihat berdampingan batu nisan Shah Jahan dan Mumtaz Mahal. Keseluruhan dinding tembok dan batu nisan dihiasi ukiran batu berbentuk daun dan bunga warna warni. Beberapa lengkung dan pinggiran dihiasi kaligrafi lafazd Al Quran, Subhanallah.
Di sebelah barat, berdiri masjid Taj Mahal dengan arsitektur khas kekaisaran Mughal. Sedangkan di sebelah timurnya berdiri Jawab yang digunakan sebagai tempat peristirahatan (guest house) .
Berjalan mengelilingi mahakarya yang masuk ke dalam warisan dunia UNESCO di tahun 1983 ini, membuat mata hati mendadak romantis. Apalagi saya datang bersama keluarga tercinta. Setiap langkah, seolah kami diajak dan dituntun untuk merasakan kenangan cinta pasangan legendaris itu.
Perjalanan kami akhiri dengan mengunjungi Lal Qila. Istana yang lebih akrab dikenal dengan Red Fort ini merupakan Istana Raja Shah Jahan. Berjarak 1km dari Taj Mahal. Di salah satu sudut istana ini, terdapat sebuah balkon yang menghadap langsung ke arah Taj Mahal. Alkisah, Sang Raja sering terlihat di balkon ini sedang memandang Taj Mahal sambil merenung dan mengenang cintanya pada Sang Permaisuri.