[pullquote]Berbincang dengan si kecil punya triknya sendiri. Terlebih komunikasi orangtua dengan anak yang baik bisa dibilang sebagai pilar tumbuh-tembangnya. Yuk kita intip triknya.[/pullquote]
Dari 3 model komunikasi yang popular, model interaksional yang dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah sangat baik diterapkan dalam suatu keluarga. Melalui komunikasi interaksional ini terjadi proses yang berulang yaitu dari pengirim informasi (sender) kepada penerima (receiver) dan begitu pula sebaliknya dari penerima kepada pengirimnya. Model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interaksional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.
Dalam sebuah keluarga, sangat penting untuk mendengarkan tanggapan anak atas informasi yang disampaikan orangtua, apakah anak paham atau tidak dengan apa yang disampaikan. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir miskomunikasi.
Kenali hambatannya
Dalam komunikasi sering kali orangtua bertindak kurang bijaksana karena kebanyakan masih bersifat instruksional. Hambatan yang sering muncul adalah :
1. Waktu
Minimnya waktu yang diberikan orangtua untuk berkomunikasi dengan anak tentunya menghambat proses komunikasi dua arah. Hal ini kebanyakan terjadi pada pasangan orangtua yang bekerja, yang kurang memprioritasknya mengenai pentingnya komunikasi dengan anak. Padahal dengan kecanggihan teknologi informasi saat ini, seharusnya orangtua tidak lagi mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan anak
2. Orangtua tidak menanggapi keluhan anak
Kebanyakan proses komunikasi menjadi tidak efektif, karena orangtua menganggap hal-hal yang dikeluhkan anak bukanlah hal yang penting. Adanya penolakan dari orangtua, membuat anak menjadi enggan bersikap terbuka pada orangtuanya.
3. Terlalu banyak bicara, tetapi sedikit mendengar
Ada kalanya orangtua terlalu banyak bicara, memberikan perintah atau instruksi yang panjang sehingga anak tidak paham esensi dari pesan yang disampaikan oleh orangtuanya. Komunikasi dua arah seharusnya diimbangi dengan kemampuan untuk lebih banyak mendengar isi pesan, ide atau gagasan anak.
4. Gadget dan TV
Di satu sisi alat tersebut dapat memudahkan komunikasi, namun di sisi lain gadget dan alat elektronik lainnya dapat membuat keluarga menjadi kurang lekat apalagi jika ada anggota keluarga menjadi kecanduan.
Manfaatnya banyak, lho
Jika bertahan dan menyerah dengan hambatan yang disebut tadi, akan banyak manfaat yang akan tak sempat dirasakan anak. Padahal manfaat dari komunikasi anak-orangtua yang terjaga dengan baik banyak sekali, berikut rangkumannya.
Dengan berkomunikasi maka akan tercipta harmonisasi dalam keluarga. Komunikasi yang efektif akan mendukung saling pengertian, menghormati, saling menerima, saling menyanyangi dan menghargai antara anggota keluarga.
Komunikasi dua arah akan membentuk anak menjadi pribadi yang percaya diri, berani, aktif dan kreatif. Hal itu juga bisa memupuk kemampuan kepemimpinan sejak dini.
Komunikasi yang intens antara orangtua dan anak juga dapat meningkatkan kecerdasan anak. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Dr. Glenn Doman dalam The Gentle Revolution. Penelitian tersebut dilakukan pada anak yang lahir dengan IQ di bawah 70. Ia menyediakan waktu setiap hari untuk bermain, bicara, bercerita, menunjukkan gambar dan berbagai informasi kepada mereka dengan sabar dan tekun. Hasilnya adalah dengan kegiatan komunikasi yang dilakukannya ketika mereka berusia 2 atau 3 tahun mereka telah mampu berpikir dan berbuat seperti layaknya anak-anak yang lahir normal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jika semua aktifitas komunikasi yang diberikan adalah kepada anak-anak yang ber-IQ normal hasilnya tentu akan sangat signifikan.
Ikuti triknya
Hal-hal apa yang sebaiknya dihindari ataupun dilakukan jika berbincang dengan anak ?
- Terlalu banyak bicara dibandingkan mendengarkan keluhan, cerita, ide atau informasi yang disampaikan anak.
- Mengomel atau mengulangi kembali apa yang telah disampaikan, sangat tidak disukai anak. Apalagi jika orangtua senang mengungkit kembali cerita yang telah berlalu.
- Tidak mempercayai cerita anak. Hindari untuk memberikan komentar “ah, masa sih” atau “mama gak percaya.” Perasaan anak pastinya akan terluka ketika orangtuanya sendiri tidak mempercayai ceritanya atau kemampuannya. Jika ingin mengklarifikasi, sebaiknya memilih kata-kata yang positif atau tidak menekan anak.
- Banyak memberikan interupsi ketika anak bicara, hal itu akan membuat anak merasa tidak nyaman. Bersikap lah bersabar dan dengarkan terlebih dahulu apa yang ingin disampaikan anak.
- Terlalu banyak kritikan terhadap yang disampaikan anak. Anak yang sering dikritik, nantinya akan ragu-ragu dan kurang memiliki pendrian karena seringkali menerima kritikan. Bersikap sabarlah terhadap apa yang disampaikan anak.
- Minimalisasi adanya distraksi seperti gadget atau alat elektronik lain. Minim kontak mata akan mengurangi efektivitas komunikasi tatap muka.
Menghidupkan kembali komunikasi
Bagaimana memulai komunikasi jika sudah terlanjur jarang ngobrol dengan anak atau anak yang susah diajak bicara? Ikuti saja langkah-langkah berikut ini.
Mulailah dari hal-hal yang ringan, yang disukai anak atau kegiatan harian yang dilakukan anak. Hindari untuk spesifik menanyakan mengenai akademik, karena pada beberapa anak hal itu sangat tidak menyenangkan untuk didiskusikan, apalagi jika selama ini orangtua tampak “cuek” dengan perkembangan mereka.
Memperkuat jalinan komunikasi dengan memberikan perhatian pada hal-hal kecil, misalnya,
“Jangan lupa makan ya kak.”
“Semangat sekolahnya ya, Kak.”
“Mau dibawakan apa sayang?”
Memberikan pujian atau penghargaan terhadap hal-hal positif yang ia lakukan.
Mulailah untuk memiliki waktu berkualitas 10-15 menit sebelum tidur dimalam hari. Dipagi hari, orangtua juga memanfaatkan waktu yang singkat untuk berkomunikasi dengan anak.
Untuk anak yang agak tertutup, simbolisasi berupa kartu ucapan, notes, gambar, dan lain sebagainya cukup efektif sebagai sarana membangun kembali komunikasi.