[quote type=”center”]Disiplin seringkali diartikan sebagai sikap menurut terhadap aturan baku. Dahulu, orangtua sering menganggap bahwa disiplin dan hukuman saling berkaitan. Masihkah ini relevan ?[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]K[/dropcap]ini, orangtua mulai menyadari bahwa kasih sayang dan cinta kasih sangat diperlukan untuk memperoleh kehidupan yang sehat. Makna disiplin pun bergeser. Orangtua memaknai disiplin sebagai cara belajar berperilaku yang sesuai. Tujuan jangka panjangnya mengajarkan anak cara mendisiplikan dirinya sendiri. Anak diharapkan mampu memiliki kontrol diri, bukan hanya sekadar patuh kepada orang/institusi yang lebih besar/kuat dari dirinya.
Disiplin yang seperti apa ?
Disiplin yang efektif mengajarkan anak untuk mengontrol perilakunya. Anak akan berperilaku sesuai dengan pemahaman atas yang benar dan salah, bukan karena hukuman. Sebagai contoh, anak akan meminta ijin saat meminjam alat tulis teman karena mereka percaya bahwa itu harus dilakukan untuk menjaga kejujuran, bukan karena mereka takut dimarahi orangtuanya. Hukuman fisik (corporal punishment) secara signifikan gagal membentuk disiplin diri.
Dengan berkembangnya pengetahuan dan sistem edukasi, penerapan disiplin tidak selalu terkait dengan hadiah dan hukuman. Sistem hadiah dan hukuman seringkali gagal karena beberapa hal sebagai berikut.
Hadiah (reward) | Hukuman (punishment) |
Membentuk disiplin yang semu. Disiplin tidak muncul. Kepatuhan hanya muncul sebelum menerima hadiah | Membuat anak merasa tidak nyaman dengan dirinya dan orang lain |
Anak menampilkan perilaku yang diharapkan karena keinginan untuk memperoleh hadiah dan bukan atas kesadaran diri | Cenderung memicu pembentukkan konsep diri negatif pada anak |
Anak berperilaku ‘baik’ hanya saat mereka dalam pengawasan orangtua atau pemberi hadiah. | Memicu perilaku yang tidak diharapkan muncul kembali, karena pemahaman anak dihukum berarti telah membayar perilakunya yang tidak sesuai dan dapat melakukannya lagi. |
Hadiah yang diberikan semakin lama harus semakin besar atau berharga. | Cenderung membentuk pemahaman anak bahwa cara untuk menyelesaikan permasalahan dengan orang lain adalah melalui kekerasan. |
Hadiah tidak dapat digunakan untuk membentuk disiplin saat anak bertambah usianya. | Tingkat hukuman yang cenderung meningkat dengan bertambahnya usia dan proporsi tubuh seringkali membuat orangtua bingung dalam menetapkan hukuman yang tepat. |
Hukuman sudah tidak layak lagi digunakan. Saat ini, anak sering kali diperkenalkan dengan konsekuensi dari perilakunya sendiri. Melalui sistem ini, anak akan belajar dari pengalamannya sendiri. Misalnya ketika anak memilih bermain game dan mengabaikan makan malam, maka orangtua dapat memberikan pilihan. Berhenti bermain game dan makan malam bersama atau menahan lapar sampai sarapan tiba. Ketika anak memilih yang kedua, ia kelaparan di malam hari. Dengan konsekuensi seperti ini, diharapkan anak tidak mengulangi perilakunya. Prinsip dasar penerapan konsekuensi perilaku.
Perilaku dan konsekuensi disampaikan di awal dengan tegas dan ramah.
- Orangtua berkewajiban menjelaskan alasan obyektif dan masuk akal dari konsekuensi yang akan terjadi.
- Orangtua berkewajiban menyampaikan beberapa pilihan dan konsekuensi sesuai dengan kemampuan orangtua dan kondisi.
- Anak berhak menyampaikan pilihannya berdasarkan kemampuan berpikirnya.
- Orangtua berkewajiban menerima pilihan anak meski tidak sesuai dengan harapan.
- Anak dan orangtua diharapkan konsisten menjalani konsekuensi yang ada.
Walaupun terlihat serupa, hukuman dan konsekuensi adalah dua hal yang berbeda. Berikut adalah beberapa perbedaan yang ada :
Konsekuensi | Hukuman | |
Tingkat suara | Suara sedang/tenang | Suara tinggi/marah |
Sikap | Tegas dan bersahabat | Kasar |
Penerimaan | Bersedia menerima keputusan/pilihan anak | Tidak bersedia menerima keputusan/pilihan anak |
Kelebihan | Mengajarkan rasa tanggung jawab- Memberikan pelajaran tentang disiplin melalui pengalaman langsung | Perilaku yang diharapkan segera muncul setelah atau sebelum hukuman muncul |
Kekurangan | Perlu latihan dan waktu lebih lama untuk mencapai hasil yang diharapkan | Mengajarkan rasa takut, Tidak mengajarkan rasa tangung jawab |