[quote type=”center”]Demam berdarah masih membayangi Indonesia. Masih banyak masyarakat yang menganggap fogging sebagai pencegahan penyakit khas negeri tropis dengan demam berpola ‘tapal kuda’ ini.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]D[/dropcap]emam berdarah dengue (DBD) masih mewabah, apalagi di musim yang tak menentu seperti sekarang ini. WHO memperkirakan 50 juta warga dunia yang terinfeksi demam berdarah, terutama anak-anak, setiap tahunnya 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI selama Juli-Agustus 2005, terdapat 14 propinsi yang menderita DBD sebanyak 1.781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang.
Sepanjang Januari hingga pertengahan Desember 2011, di Sumsel tercatat ada 1.721 kasus demam berdarah dengan angka kematian 19 jiwa. Tahun 2010, jumlah penderita demam berdarah di Sumsel 1.143 orang.
Apa itu DBD ?
DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut.
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penular DBD dapat dilakukan dengan cara :
- fogging, yaitu pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa;
- abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 g untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk;
- penyuluhan 3M, penggerakan masyarakat dalam PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan 3M, yaitu menguras, menutup tampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.
Jenis Fogging
Sebenarnya, ada dua jenis fogging yang dilakukan, yaitu fogging massal yang dilakukan sebelum dan sesudah musim hujan di lokasi rawan DBD dan fogging fokus yang dilakukan di musim hujan khusus di tempat kasus DBD yang ditemukan.
Kandungan asap pada fogging
Dalam program pemberantasan DBD, racun serangga yang digunakan untuk fogging adalah golongan organophosporester insectisida seperti malation, sumithion, fenithrothion, perslin, dan lain-lain. Paling banyak dan sering digunakan adalah malation. Insektisida malation sudah digunakan oleh pemerintah dalam fogging sejak tahun 1972 di Indonesia. Namun untuk pelaksanaan fogging dengan fog machine, malation harus diencerkan dengan penambahan solar atau minyak tanah.
Bahaya fogging
Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia. Selain itu, tindakan fogging harganya mahal dengan hasilnya yang tidak begitu signifikan bahkan akan membuat nyamuknya menjadi resisten (kebal dan tak mati karena fogging).
Dari Jurnal Epidemiolgy tahun 1992 juga diteliti mengenai hubungan antara paparan malation dengan kejadian kelainan gastrointestinal (saluran cerna). Ditemukan bahwa wanita hamil yang terpapar malation mempunyai risiko 2,5 kali lebih besar anaknya menderita kelainan gastrointestinal.
Masalah lain yang juga pernah diteliti adalah paparan terhadap malation ini mengakibatkan gagal ginjal, gangguan pada bayi baru lahir, kerusakan gen dan kromosom pada bayi dalam kandungan, kerusakan paru, dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Malation juga diduga mempunyai peran terhadap 28 gangguan, mulai dari gangguan gerakan sperma hingga kejadian hiperaktif pada anak.
Belum lagi bahaya dari solar yang menjadi bahan pengencer malation. Hasil pembakarannya mengikat hemoglobin (Hb) dalam darah dibandingkan oksigen. Selain itu, racun hasil pembakarannya mengakibatkan radang paru-paru (sembuh 6-8 minggu), penyumbatan bronchioli (dapat meninggal 3-5 minggu), serta iritasi dan produksi lendir berlebihan pada saluran napas.
Bahaya jangka panjang
Bahaya dari pestisida termasuk insektisida dalam penanganan DBD dapat menimbulkan dampak kronis pada tubuh.
- sistem syaraf, berupa masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma;
- perut, berupa muntah-muntah, sakit perut dan diare;
- sistem kekebalan dan keseimbangan hormon.
Dampak jangka panjang yang mungkin disebabkan oleh racun tersebut akan bersifat karsinogenik (pembentukan jaringan kanker pada tubuh); mutagenik (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang); teratogenik (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan), dan residu sisa berbahaya bagi konsumen.
Sebab fogging mengandung zat yang bersifat racun maka jika disemprotkan ke rumah-rumah penduduk akan sangat berbahaya bagi seluruh anggota keluarga, terlebih anak-anak dan balita.
Meskipun pihak pembuat bahan ini telah melakukan uji keamanan, kita harus semakin menyadari bahwa ada risiko-risiko yang akan kita tanggung apabila terpapar bahan tersebut.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dr. Anne Nur Candhani Handayani, seperti yang dilansir pada Berita Bekasi pengasapan hanya bisa membunuh nyamuk yang besar sedangkan jentik-jentik nyamuk tetap bisa hidup dan menjadi dewasa. Oleh karenanya, cara pencegahan dan penularan nyamuk demam berdarah cara yang paling baik adalah melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSM) dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3M).