[quote type=”center”]Madu dapat menimbulkan reaksi alergi, antara lain batuk, sesak napas, yang diduga berasal dari serbuk sari, sekresi kelenjar lebah.[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]A[/dropcap]da beberapa pro-kontra soal ini. Ada yang menyatakan bahwa alergi madu disebabkan oleh partikel serbuk sari yang ditemukan dalam madu.
Seseorang dengan riwayat alergi biasanya disarankan untuk tidak mengonsumsi madu, karena dapat menimbulkan reaksi seperti asma. Bahkan beberapa mengalami bibir kering dan gatal, ruam merah di tangan, angioedema (pembengkakan di bawah kulit) disertai disfagia (kesulitan menelan), bahkan sesak napas yang hebat.
Hati-hati…
Secara umum, madu dapat ditoleransi dengan baik untuk dikonsumsi sehari-hari. Namun pernah dilaporkan adanya kasus keracunan madu yang diistilahkan dengan ‘mad honey,’ yang merupakan madu yang berasal dari nektar bunga dari genus Rhododendron.
Gejala keracunan madu tidak selalu sama dan amat bervariasi, mulai dari lemas, berkeringat, hipotensi (tekanan darah rendah), bradycardia (menurunkan denyut jantung), Wolff-Parkinson-White syndrome, gastritis (radang perut), nyeri lambung, mual, muntah, pingsan, lekositosis (sel darah putih meningkat), lumpuh ringan, pusing, vertigo, kabur penglihatan, kejang-kejang dan sesak napas.
Cara mencegahnya, tentu saja dengan menghindari penggunaan madu yang dihasilkan dari nektar tumbuhan dari genus Rhododendron. Namun sayangnya, kita sulit mengetahui apakah madu yang berada di tangan kita ukan berasal dari
Yang paling memprihatinkan adalah penggunaan madu sebagai obat oles di Negara berkembang, misalnya saja untuk luka terbuka. Padahal ini justru dapat menyebabkan luka yang tak kunjung kering, dan malah menunda penyembuhan.
Madu mengandung banyak fruktosa dibanding glukosa, sehingga menyebabkan gangguan perut atau diare.
Banyak dilaporkan kasus botulisme pada bayi yang disebabkan konsumsi madu yang mengandung spora dari bakteri Clostridium botulinum. Spora bakteri ini dapat berkembang biak dalam usus bayi dan menyebabkan keracunan. Namun, risiko potensial ini tidak terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Diduga ini erat kaitannya dengan belum matangnya saluran cerna si kecil, sehingga timbul reaksi keracunan.
Inilah sebabnya mengapa dokter tidak menyarankan pemberian madu pada anak di bawah usia 12 bulan. Alasan lain adalah karena madu membuat kesehatan gigi anak terusik karena mengandung fruktosa lebih banyak, sehingga bersifat lebih asam.
Bagaimana dengan ibu hamil dan menyusui?
Ada kekhawatiran bahwa penggunaan madu pada ibu hamil dan menyusui berpotensi menimbulkan kontaminasi bakteri berbahaya seperti Clostridium botulinum dan grayanotoxins dapat ditemukan dalam beberapa jenis madu. Kontaminasi ini mungkin berbahaya untuk ibu hamil dan perkembangan janin. Disarankan sebaiknya ibu hamil dan menyusui tidak mengonsumsi madu.