[quote type=”center”]“Saya masih menyusui bayi saya, jadi tidak perlu memakai alat kontrasepsi…” Benarkah demikian ?[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]i kecil telah hadir di tengah Anda dan pasangan Anda. Kebahagiaan ini seringkali membuat ayah dan ibu baru ‘lalai’ untuk memikirkan kontrasepsi sebagai pencegah kehamilan. Jangan tunda lagi segera konsultasikan dengan dokter atau bidan untuk merencakan kontrasepsi bagi Anda.
Pertanyaan kemudian muncul, “Apakah nantinya kontrasepsi akan memengaruhi kualitas dan kuantitas ASI saya? Saya ingin memberi ASI eksklusif selama 6 bulan, dan lanjut hingga anak usia 2 tahun.”
Pendapat lain mengatakan bahwa selama memberi ASI, ibu tidak perlu menggunakan alat kontrasepsi apapun, karena menyusui adalah cara ber-KB secara alami.
Pada saat ibu hamil, kadar hormon estrogen dan progesterone yang tinggi menekan aktivitas hormon di otak yang mengatur kesuburan (gonadotropin). Sekitar satu bulan setelah melahirkan, kadar hormon mulai turun sehingga gonadotropin dapat beraksi kembali. Bila ibu menyusui, hormon menyusui (prolaktin) dan isapan bayi pada putting susu akan menekan aksi gonadotropin. Akibatnya? Ibu tidak mengalami ovulasi (tidak menstruasi). Inilah yang disebut sebagai kontrasepsi menyusui.
Tapi hati-hati…Tidak semua ibu menyusui bisa mengandalkan metode ini. Yang bisa mengandalkan menyusui sebagai sarana ber-KB haruslah memenuhi criteria sebagai berikut:
- Ibu memberikan ASI eksklusif tanpa makanan/minuman lain kepada bayi.
- Selalu memberi ASI sepanjang hari (dari pagi hingga malam).
- Bayi berusia 6 bulan ke bawah.
- Ibu tidak mengalami haid setelah 8 minggu pertama setelah melahirkan.
Jika ini berjalan, maka metode ini memiliki angka keberhasilan 98%.
Tapi ingat, kontrasepsi menyusui ini memiliki beberapa kelemahan. Efeknya dalam menekan kesuburan ibu akan berkurang bila bayi sudah berusia 6 bulan lebih, ibu mengalami menstruasi, atau bila frekuensi menyusui bayi sudah berkurang. Mengapa?
- Bayi sudah mendapatkan makanan pendamping selain ASI.
- Ibu tidak lagi menyusui di siang hari karena bekerja.
- Ibu atau si kecil sakit sehingga proses menyusui terhenti beberapa saat.
- Ibu dengan sengaja mengurangi frekuensi pemberian ASI
Fakta di atas membuat ibu dan tentu saja pasangannya perlu segera berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan program ber-KB apa yang akan dipilih. Idealnya keputusan untuk memilih jenis kontrasepsi sudah dilakukan sejak masa kehamilan, agar ibu dapat mempertimbangkan dengan seksama pilihan kontrasepsinya.
Metode apa yang bisa dipilih ?
A. NON-HORMONAL
Ini merupakan pilihan pertama bagi ibu yang ingin menyusui dan mengatur jarak kehamilan berikutnya. Karena tidak ada hormon yang terlibat dan memengaruhi ASI.
Apa saja pilihannya ?
- Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)/IUD. Ini merupakan pilihan pertama bagi ibu yang belum menginginkan kontrasepsi mantap. AKDR dapat mulai digunakan setelah satu bulan pasca melahirkan, biasanya pada akhir masa nifas. Sebenarnya AKDR dapat digunakan lebih awal yaitu pada 48 jam pertama pasca melahirkan, namun risiko AKDR keluar akan lebih besar.
- Kontrasepsi mantap (sterilisasi). Tepat digunakan bagi pasangan yang tidak menginginkan anak lagi.
- Diafragma, gel spermisida, dan kondom. Dapat menjadi pilihan wanita dengan keluhan vagina kering karena selama menyusui terjadi penurunan estrogen.
B. HORMONAL
Kontrasepsi ini kerap membuat ibu ragu-ragu karena takut produksi ASI terganggu atau ada kandungan hormon yang bercampur dengan ASI. Memang ada hormon yang akan masuk ke ASI, namun jumlahnya relatif kecil, yakni sekitar 1%. Penelitian membuktikan bahwa kontrasepsi hormonal tidak memengaruhi pertumbuhan si kecil.
Apa saja pilihannya ?
- Pil KB progesteron. Cocok digunakan karena terbukti aman dan tidak memengaruhi jumlah dan kualitas ASI. Penggunaannya dapat dimulai kapanpun, bahkan pada masa nifas. Jika dikonsumsi setelah hari ke-21 pasca melahirkan, ibu memerlukan kontrasepsi tambahan seperti kondom selama 2 hari. Angka keberhasilannya cukup tinggi, sekitar 99%.
- KB suntik. Ibu dapat memilih metode ini karena obat yang disuntikkan hanya mengandung progesterone dan tidak memengaruhi ASI. Cara kerja hampir sama dengan pil progesterone, hanya saja dosisnya lebih besar dan pemberiannya satu bulan sekali. Sebaiknya suntikan KB diberikan setelah minggu ke-6 pasca melahirkan untuk menunggu sistem saraf pusat, hati, dan organ bayi lainnya cukup matang.
- KB implant. Tergolong aman karena hanya mengandung progesterone dan dapat dimulai kapan saja. Jika implant dimasukkan setelah hari ke-28 pasca melahirkan, maka ibu memerlukan kontrasepsi tambahan selama 7 hari.
- Pil KB kombinasi (estrogen dan progesteron)
Pil KB yang mendominasi pasaran di masyarakat ini kurang cocok digunakan oleh ibu yang ingin menyusui bayinya, karena dapat mengurangi produksi ASI. Namun jika terpaksa ibu menggunakan pil KB ini disarankan digunakan setelah 6 minggu pasca melahirkan.
Referensi :
- Faculty of Family Planning and Reproductive Health Care Clinical Effectiveness Unit FFPRHC. Guidance – Contraceptive choices for breastfeeding women. Journal of Family Planning and Reproductive Health Care. 2004;30(3): 181-189.