[quote type=”center”]Sesudah imunisasi kok malah demam? Wajar Nggak ya? Apa saja yang perlu diketahui pasca imunisasi?[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]D[/dropcap]efinisi KIPI adalah insiden medik yang terjadi setelah imunisasi, diduga dan dipercaya, akibat imunisasi. Dalam KIPI dikenal istilah reaksi simpang dan kejadian simpang. Tidak semua kejadian simpang berhubungan dengan vaksin, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain penyakit dasar, genetik, obat lain, pelaksanaan, lingkungan, pola makan, kesalahan program, serta faktor-faktor lain. Kejadian simpang merupakan kejadian yang tidak hanya berhubungan dengan vaksin. Sedangkan reaksi simpang disebabkan oleh vaksin, jadi merupakan bagian dari kejadian simpang.
WHO mengelompokkan KIPI berdasarkan kejadian di lapangan:
- Reaksi vaksin: terjadi akibat sebagian komponen vaksin
- Reaksi suntikan: kejadian yang muncul akibat cemas terhadaop tindakan penyuntikan dibandingkan dengan komponen vaksinnya sendiri
- Kesalahan program: disebabkan oleh proses penyiapan vaksin, pengemasan, atau pemberian
- Ko-insiden: kejadian berlangsung setelah imunisasi, tetapi tidak disebabkan baik oleh vaksin ataupun kesalahan program
- Unknown (tidak diketahui) atau tidak dapat ditentukan
Perlu diketahui, bahwa reaksi vaksin tidak hanya disebabkan oleh komponen aktif vaksin itu sendiri, tapi juga dapat disebabkan oleh sebagian komponen vaksin, bahan pengawet, stabilisator atau komponen lain. Sebagian besar reaksi vaksin umumnya bersifat ringan, sembuh sendiri dan tidak mempunyai konsekuensi jangka panjang. Reaksi serius biasanya jarang terjadi dan frekuensinya sangat rendah.
Masyarakat umumnya menganggap adanya kejadian sesudah vaksinasi disebabkan oleh vaksin. Oleh karena itu diperlukan perkiraan hubungan sebab akibat untuk menerangkan apakah terdapat hubungan antar kejadian tersebut dengan tindakan vaksinasi. Banyak hal yang harus diketahui sebelum mengambil kesimpulan.
Global Advisory Committee on Vaccine Safety menetapkan beberapa kriteria untuk menunjukkan adanya hubungan sebab akibat:
- Konsistensi. Penemuan kasus harus terjadi di beberapa lokasi, oleh beberapa pelapor yang tidak saling mempengaruhi, dan dengan menggunakan beberapa metode investigasi yang menghasilkan kesimpulan yang sama.
- Adanya asosiasi yang kuat. Asosiasi ini harus cukup kuat dari segi epidemiologi, dan berhubungan dengan dose-respons.
- Spesifik. Semua hubungan kausal harus lah berbeda, unik, khusus untuk vaksin tersebut, bukan hanya berdasar sering munculnya saja atau spontan atau ditemukan oleh karena kondisi tertentu.
- Hubungan waktu. Harus ada awitan waktu yang jelas antara kejadian simpang dengan saat pemberian vaksin
- Dapat diterangkan secara biologi berdasarkan fakta perjalanan penyakit alamiah (biological plausibility).
Meskipun demikian , tidak seluruh kriteria harus ada, dan bobot tiap kriteria tidak lah sama. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain;
- Biological plausibility lebih berperan untuk menentukan adanya hubungan kausal apabila keadaan positif, dan kurang berarti apabila negatif.
- Vaksin dapat bersifat sebagai pemicu kasus KIPI, oleh karena terpapar penyakit lain yang diderita pasien tersebut.
Meski pun KIPI perlu diwaspadai tetapi hendaknya disadari tentang pentingnya imunisasi dalam skala luas. KIPI dapat berdampak pada program imunisasi, kebijakan, riset, ilmu pengetahuan, kesehatan pasien serta sistem hukum dan perundang-undangan. Sebagai contoh di Jepang adanya laporan tentang kejang setelah vaksinasi DPT, reaksi pemerintah menunda vaksinasi DPT. Dampaknya, terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pertusis yang menyebabkan 43 kematian. Demikian pula di Inggeris, adanya gerakan aktif menolak imunisasi menyebabkan menurunnya kepercayaan, yang mengakibatkan kembalinya pertusis, dan menyebabkan kematian.
Dengan memahami KIPI dengan baik diharapkan masyarakat tetap menyadari bagaimana pun imunisasi merupakan langkah terbaik mencegah penyakit.
Referensi :
- Disarikan dari tulisan “Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Sebagai Bagian dari Pelayanan Imunisasi” oleh Dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K) MTropPaed, yang dibawakan pada The1st National Symposium on Immunization. PKB IKA FKUI-RSCM LIV, Jakarta 27-28 Oktober 2008.