[quote type=”center”]Masak iya, balita dapat mengalami stres ? Bagaimana tanda-tandanya ?[/quote]
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]elama ini mungkin Anda menduga bahwa stress atau depresi hanya milik orang dewasa saja. Misalnya saja ibu pascamelahirkan yang mengalami post partum depression. Sebab depresi berkaitan dengan masalah mental-emosional. Mana mungkin anak balita yang masih ‘polos’ mengalaminya?
Dokter Jeffrey P. Brosco, dokter anak dari University of Miami menjelaskan bahwa anak yang masih berusia di bawah 3 tahun dapat berisiko mengalami tanda-tanda stres, yaitu gangguan pola makan dan pola tidur. Peneliti juga menemukan bahwa bayi pun berjua melawan posttraumatic stress disorder.
Anak di usia rentang 0-3 tahun adalah kisaran usia saat anak mulai belajar dan tumbuh dengan cepat, sehingga mereka berisiko tersentuh oleh kondisi-kondisi yang membuatnya trauma. Sebagai orang tua, Anda perlu memahami periode ini dan lebih banyak mencurahkan waktu Anda untuk menemani mereka.
Sedangkan Constance Well seorang psikolog anak dari Children’s Memorial Hospital Chicago menjelaskan bahwa agar otak anak berkembang dengan baik, anak membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan kedekatan yang erat dengan orang tua mereka.
Balita Anda membutuhkan kedekatan yang memberinya rasa aman dari orang tuanya, namun di sisi lain mereka juga ingin diberi kebebasan bereksplorasi dengan lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya, anak yang tidak mendapatkan rasa aman dan nyaman, mereka akan berusaha mengatasi dan mulai menunjukkan tanda-tanda yang tidak lazim. Mereka dapat mengalami ketidakteraturan dalam hal menatur emosi dan perilaku mereka. Terlebih lagi bila mereka dibesarkan dalam kondisi orang tua yang tengah mengalami depresi.
Anak dengan pola asuh demikian cenderung agresif, suka menyendiri, atau memiliki toleransi yang rendah terhadap rasa frusrasi, serta cenderung sering menangis. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan beradaptasi terhadap berbagai situasi.
Anak-anak tersebut juga menunjukkan gejala hiperaktif, bersifat agresif, mudah marah, dan sibuk sendiri.
Gejala stress psikis
Anak di bawah 5 tahun umumnya sulit mengekspresikan secara verbal apa yang membuat mereka menjadi stress atau engatakan bahwa mereka sedang stress. Perilaku dan ekspresi emosi mereka dapat mencerminkan bahwa merek sedang stress.
Bayi dan anak pra-sekolah yang mengalami stress seringkali menunjukkan perilaku seperti:
- tidak mau berpisah dengan orang tuanya, lekat terus menerus, dan banyak menangis dibandingkan biasanya.
- temper tantrum
- perilaku regresif seperti mengisap jempol kembali, mengompol kembali, ketakutan akan gelap yang berlebihan, dsb
- perilaku agresif, seperti membentur-bentutkan kepala
- banyak menangis tanpa sebab jelas
- sering terbangun di malam hari
Bagaimana terapinya ?
Kedekatan hubungan dengan orang tua adalah obat terbaik. Buka tangan Anda lebar-lebar dan berikan pelukan kasih saying kepada anak. Pelukan Anda adalah rasa aman dan nyaman bagi mereka.
Yang pertama kali perlu mendapatkan terapi adalah orang tua. Terapi ditujukan pada pemahaman bagaimana merawat anak dengan baik, sesuai karakter mereka.
Usia 0-3 tahun adalah masa rentan bagi perkembangan social-emosi anak, kedekatan Anda dengan mereka merupakan kata kunci kesehatan mental mereka. Sesibuk apapun, berikan peluk dan cium Anda buat mereka.
Sediakan sarana pendukung seperti alat bermain atau alat musik atau gambar sehingga anak dapat mengekspresikan perasaannya melalui kegiatan tersebut.
Referensi :
- Stansburry K., Harris ML. Individual differences in stress reactions during a peer entry episode: Effect of age, temperament, approach behavior, and self-perceived peer competence, J Exp Child Psycho.76:50-63
- Gunnar MR, Barr RG. Stress early brain development, and behavior. Infants and young children 1998, 11:1-14