Ny. Ani terlihat sedih saat menatap anak bungsunya yang berusia 5 bulan. Beberapa hari lalu buah hatinya divonis terserang retinopathy of prematurity (ROP grade IV). Artinya, ia akan buta.
Si bungsu ini terlahir prematur, dengan berat lahir 1000 gram dan segera setelah lahir dia harus dirawat di rumah sakit selama hampir 2 bulan. Kata orang-orang pemberian oksigen selama di rumah sakit itulah “biang kerok” kebutaannya.
[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]C[/dropcap]erita seperti ini sering terdengar dan tidak sedikit pula orangtua yang mengalaminya sendiri. Dampaknya banyak orangtua yang ketakutan begitu diberitahu bahwa bayinya perlu diberikan tambahan oksigen. Kebanyakan dari mereka khawatir anaknya menjadi buta sehingga meragukan perlunya terapi tersebut. Sebenarnya apa yang terjadi?
Oksigen dan energi
Setiap kali bernapas, kita menghirup oksigen dari udara bebas dengan konsentrasi 21%. Oksigen digunakan untuk proses pembakaran yang akan menghasilkan energi. Saat tubuh kekurangan oksigen, pembakaran tetap terjadi namun tanpa oksigen (proses anaerob). Proses ini menghasilkan jauh lebih sedikit energi dan lebih banyak zat sisa (asam laktat).
Bila tubuh kekurangan oksigen maka produksi energi menjadi terhambat. Kekurangan energi tubuh akan menyebabkan sel tidak berfungsi dengan baik dan bahkan dapat menyebabkan kematian sel. Pada bayi, kekurangan energi dapat menganggu proses pertumbuhan dan perkembangan organ-organ penting seperti otak dan jantung.
Oksigen dapat membahayakan
Oksigen yang berlebihan akan dipecah menjadi radikal bebas yang merusak sel-sel tubuh selain itu oksigen yang berlebih juga menghambat penghantaran glukosa (gula darah) dan asam amino ke jaringan. Bahaya oksigen berlipat ganda pada bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah (<2500gram), karena banyaknya sistem tubuh yang belum sempurna. Penggunaan oksigen yang berlebihan pada bayi baru lahir dapat meningkatkan resiko kerusakan pada mata (retinopahy of prematurity), paru (Chronic Lung Disease) dan lain-lain.
Selain berbahaya, terapi oksigen juga tergolong terapi yang cukup mahal. Oleh karena itu pemberian terapi oksigen harus dipertimbangkan matang-matang, sebaiknya hanya digunakan dengan indikasi yang jelas dan tepat.
Ada kalanya kita membutuhkan terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan pada bayi-bayi yang kekurangan oksigen. Beberapa tanda yang terlihat saat seorang bayi membutuhkan tambahan oksigen antara lain: bayi tedengar merintih, bernapas dengan cepat, dada terlihat cekung saat bernapas, perubahan warna kulit menjadi lebih pucat kebiruan, atau bayi benar-benar tidak terlihat bernapas.
Apa yang dimaksud dengan terapi oksigen?
Terapi oksigen artinya memberikan tambahan oksigen dengan konsetrasi lebih tinggi daripada udara bebas (>21%). Terapi oksigen merupakan bidang terapi yang sangat luas di dunia kedokteran dan dapat diberikan pada berbagai kelompok umur dan berbagai jenis diagnosis penyakit. Bayi baru lahir, anak-anak, dewasa dan lansia dapat menerima terapi oksigen.
Saat ini dengan kemajuan teknologi kita dapat mengatur konsentrasi oksigen dalam udara. Jadi, saat ini dimungkinkan memberikan oksigen sampai kadar maksimalnya, 100%. Oksigen yang akan diberikan diatur kelembabannya dan dihangatkan. Setelah itu oksigen diberikan dengan berbagai cara.
Terapi oksigen dapat diberikan dengan beberapa cara:
- masker oksigen
- sungkup kepala
- selang hidung
- alat bantu napas seperti CPAP dan ventilator
Untuk mengurangi bahaya, maka oksigen yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan bayi. Kebutuhan oksigen bayi dapat ditentukan oleh dokter dengan melakukan pengukuran kadar oksigen dalam darah (saturasi oksigen). Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah dan memantau saturasi oksigen dengan alat yang disebut pulse oxymetry. Pemeriksaan dengan pulse oximetry tidak menyakiti bayi dan dapat mengukur serta memastikan dengan tepat berapa kadar oksigen yang diterima bayi.
Terapi oksigen akibatkan kebutaan?
Seperti cerita di awal artikel, saat ini banyak orang yang takut bahwa pemberian oksigen, terutama dengan konsentrasi tinggi, akan menyebabkan kebutaan. Sebenarnya pemberian oksigen yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan retina di mata, hal ini disebut Retinopati pada Prematuritas (ROP). Seperti namanya, ROP adalah kelainan retina yang ditemukan pada bayi yang lahir prematur dengan pembentukan pembuluh darah mata yang belum sempurna. Tingkat keparahannya bervariasi mulai dari tidak menunjukkan gejala sampai mengakibatkan kebutaan.
Bayi seperti apa yang beresiko terkena ROP
ROP terjadi pada bayi prematur dengan usia kandungan kurang dari 35 minggu atau bayi dengan berat lahir kurang dari 2100 gram. Sebenarnya dari hasil penelitian di RSCM tahun 2007, selain dipengaruhi oleh prematuritas dan berat lahir, ROP juga dipengaruhi oleh banyak hal seperti infeksi, kesulitan bernapas, tranfusi darah yang berulang, dan juga pemberian oksigen jangka panjang, atau saturasi oksigen yang tinggi dan tidak stabil. Makin muda dan makin kecil seorang bayi maka makin besar risiko ia terkena ROP.
Apakah ROP dapat dikoreksi? atau mengakibatkan kebutaan permanen?
Tingkat keparahan ROP bermacam-macam dari ringan sampai yang sangat parah. Pada ROP yang ringan (grade I-II) biasanya ROP dapat sembuh sendiri dan bayi akan tumbuh dengan penglihatan yang normal. Namun pada tingkat yang lebih berat (grade III-V) diperlukan terapi yang lebih agresif seperti terapi laser atau cryotheraphy.
Terapi ini memiliki tingkat keberhasilan yang baik dan dapat menyelamatkan penglihatan bayi anda terutama bila dilakukan saat penyakitnya belum terlalu parah merusak retina. Bila telah terjadi pelepasan lapisan retina mata maka kebutaan akan menetap. Oleh karena itu terapi ROP harus dilaksanakan sedini mungkin.
Agar dapat melakukan terapi dini pada ROP diperlukan juga deteksi dini dengan skrining pada bayi dengan risiko tinggi terkena ROP. Skrining ROP disarankan pada semua bayi prematur dengan berat lahir <1.500 gram atau usia kehamilan 32-34 minggu, atau bayi dengan berat lahir 1.500-2.000 gram atas indikasi tertentu. Pemeriksaan dilakukan saat usia bayi antara 4-6 minggu. Di RSCM, dari 26% bayi prematur (<37 minggu atau <2500gram) mengalami ROP.
Seperti semua hal dalam kehidupan ini terlalu banyak atau terlalu sedikit oksigen dapat menjadi masalah. Namun demikian terapi oksigen merupakan terapi yang sangat penting dan diperlukan untuk menyelamatkan jiwa. Pemberian terapi oksigen harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, dengan jumlah dan konsentrasi yang terukur dengan baik kemungkinan terjadinya efek samping dari terapi oksigen akan menjadi jauh lebih kecil.
Referensi :
- Hansen TN, Corbet A. Principles of Respiratory Monitoring and Theraphy in Avery’s Diseases of the Newborn. 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2004. p648-69
- Cole CH, Wright KW, et all. Resolving Our Uncertainty About Oxygen Therapy. Pediatrics 2003;112;1415-1419
- Rennie JM. Roberton’s Textbook of Neonatology. 4th ed. London: Elsevier Churchill Livingstone, 2005.p.519-53.
- Frey B, Shann F. Oxygen administration in infants. Archives of Disease in Childhood Fetal and Neonatal Edition 2003 ; 88 : F84© 2003
- Askie LM, Henderson-Smart DJ. Restricted versus liberal oxygen exposure for preventing morbidity and mortality in preterm or low birth weight infants. Cochrane Library, Issue 4. Oxford, United Kingdom: Update Software; 2001
- Tina W, Milliganh DW, Pennefatherb P, Heyb E. Pulse oximetry, severe retinopathy, and outcome at one year in babies of less than 28 weeks gestation Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;84:F106-F110 (March)