[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]iapapun tahu bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, namun sayangnya tidak semua bayi bisa mendapat ASI. Dalam kondisi demikian, sebagai gantinya diberikan susu formula. Tidak semua bayi dapat minum susu formula karena timbul reaksi alergi. Seperti dialami Nuri (28 tahun), di usia buah hatinya yang belum genap 6 bulan, ASI-nya tak mau keluar. Ia kemudian menggantinya dengan susu formula. Namun, Sissy putri kecilnya malah mengalami diare dan warna kemerahan di kulitnya. Setelah berkonsultasi ke dokter, ternyata Sissy alergi susu sapi.
Sekitar 2-3% bayi berusia 0-3 tahun mengalami alergi susu sapi (ASS). Sekitar 28% gejala alergi timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari, dan 68% setelah 1 bulan. ASS hanya terjadi pada anak yang mempunyai bakat atopik atau alergi. Hal ini terjadi karena adanya antibodi di tubuh sang anak.
Antibodi imunoglobulin E (IgE) dibentuk pada orang yang memiliki bakat alergi. IgE akan bereaksi terhadap protein susu sapi. Protein ini dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Dengan kata lain, tubuh sang anak hipersensitif terhadap protein susu sapi. Setidaknya ada 20 protein dalam susu sapi yang bisa merangsang terjadinya alergi–yang tersering adalah beta laktoglobulin.
Belum sempurna
Kasus ASS paling sering terjadi pada usia bayi hingga 3 tahun. Ini karena sistem pencernaan pada bayi masih belum sempurna. Hal tersebut membuat protein yang dikenali sebagai alergi akan diserap secara utuh dan tidak dipecah oleh saluran cerna.
Seiring pertambahan usia, saluran cernanya sudah mulai matang. Di mana salah satunya enzim pencernaan telah terbentuk dengan baik. Imunoglobulin A (IgA) sekretorik yang berguna menangkal protein asing juga sudah terbentuk sempurna. 85% bayi yang mengalami ASS akan menghilang (toleran) sebelum usia 3 tahun. Ini terjadi karena protein sudah berhasil dipecah-pecah, sehingga sifat alergi dari protein yang ada pada susu sapi pun sudah hilang.
Bagaimana gejala ASS?
Gejala awal alergi pada bayi biasanya adalah gejala kulit seperti eksim maupun timbul warna kemerahan. Sering dikira berasal dari ASI. Padahal, tidak demikian. Besar kemungkinan karena sang ibu mengonsumsi susu sapi maupun produk olahannya. Alergennya masuk ke ASI dan kemudian diisap oleh bayi dan menimbulkan reaksi alergi. Untuk itu, sang ibu harus menghindari susu sapi serta produk olahannya.
Ketahui sejak dini
Untuk meyakini apakah anak alergi dapat dilakukan beberapa tes, yang umum digunakan adalah tes pada kulit (lewat uji kulit gores, uji tusuk, dan uji kulit intraderma) ataupun tes darah.
Perlu hati-hati karena uji kulit pada anak berusia kurang dari satu tahun kerap memberi hasil negatif yang palsu. Pengujian juga bisa dilakukan dengan menghindari susu sapi selama 2-3 minggu untuk kemudian memprovokasi makanan terbuka. Istilahnya uji eliminasi dan provokasi.
Dalam tes tersebut, setelah gejala berkurang, anak kemudian diberi susu sapi secara bertahap hingga tercapai jumlah susu yang diminum. Bila setelah 2 jam tidak timbul gejala, berarti hasil uji provokasi negatif. Tes ini sering dilakukan pada anak berusia di bawah 3 tahun.
Alergi secara dini dapat diketahui dengan melihat adanya riwayat alergi atau asma pada salah satu dari orangtua atau malah keduanya. Sebagai gambaran, jika kedua orangtua alergi, kemungkinan anaknya menderita alergi adalah sekitar 80%. Bila hanya ibu yang mengalami alergi, kemungkinan anak mewarisi alergi sekitar 50%.
Dengan mengetahui secara dini, maka pemberian susu sapi sebaiknya dihindari. Ini tidak akan terlalu bermasalah pada ibu yang memberi ASI, ibu hanya perlu menghindari susu sapi dan produk olahannya. Masalah baru akan terjadi bila ibu tidak bisa memberi ASI.
Bagaimana solusinya?
Berikan bayi susu yang telah mengalami hidrolisis atau hidrolisat. Ada yang dihidrolisis sempurna dan ada yang hanya dihidrolisis parsial (sebagian). Pada susu yang dihidrolisis sempurna, seluruh protein susu sapi sudah dipecah-pecah dengan sempurna. Susu jenis ini dikenal dengan sebutan susu nonalergenik. Susu ini digunakan pada bayi yang sudah timbul gejala alergi seperti eksim maupun asma.
Pada susu yang dihidrolisis parsial, protein susu sapi hanya dipecah sebagian saja, agar bayi nantinya juga mempunyai kekebalan terhadap susu sapi.
Susu yang disebut sebagai susu hipoalergenik ini biasanya digunakan pada anak yang belum mempunyai gejala alergi, tetapi sudah tahu akan timbul alergi karena bapak-ibunya punya riwayat alergi.
Selain susu yang telah dihidrolisis, pemberian susu kedelai juga bisa digunakan untuk bayi yang mengalami ASS. Tapi hati-hati karena 30-40% bayi yang alergi susu sapi juga alergi terhadap susu kedelai.
No Comments
Kalo susu formula membawa dampak alergi, Para ibu sebaiknya mempersiapkan dirinya sebaik mungkin agar bisa menyusui anaknya dengan ASI. Tidak ada Payudara Ibu yang tidak keluar ASI, karena Tuhan mempersiapkan dan menciptakan organ tubuh ini sebagai sumber makan utama buat bayi. Jika dari awal sudah paham tentang pengetahuan ASI, tidak akan ada lagi kendala ASI’nya tidak keluar.
Bagi saya susu formula bagaikan obat yang hanya diberikan kepada bayi dalam kondisi yang sangat urgent, ketika ASI si Ibu tidak boleh diberikan kepada bayinya. karena terbukti banyak dampak negatif yang muncul karena pemberian Susu Formula.