[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]S[/dropcap]ebagai kaum perempuan, kita dituntut untuk dapat memenuhi berbagai kewajiban dan tanggung jawab yang kita miliki. Tanggung jawab yang besar dan aktivitas yang begitu banyak seharusnya dapat diiringi dengan kondisi tubuh yang prima.
Untuk dapat mencegah terjadinya penyakit pada diri kita, sebaiknya kita harus mengenal terlebih dahulu gangguan-gangguan kesehatan apa saja yang rentan dialami oleh perempuan. Beberapa diantaranya adalah:
1. Gangguan reproduksi
Memasuki usia reproduktif, perempuan rentan mengalami gangguan dalam sistem reproduksi, misalnya gangguan haid. Oleh karena itu, sebaiknya kita selalu memperhatikan siklus, lama, dan jumlah menstruasi. Hal ini nantinya akan bermanfaat untuk mengetahui secara dini apabila ada kelainan.
2. Gangguan kehamilan
Gangguan kehamilan dapat terjadi kapan saja, pada kehamilan muda, atau pada masa kehamilan mulai menua, selain juga pada saat-saat menjelang persalinan. Gangguan kehamilan yang dapat dialami antara lain muntah-muntah, hipertensi, infeksi, kehamilan terganggu, perdarahan dan lain sebagainya. Upaya pencegahan dapat dilakukan selama pemeriksaan kehamilan rutin.
3. Kanker leher rahim
Kanker leher rahim merupakan kanker nomor 2 terbanyak pada perempuan dan berhubungan dengan infeksi virus HPV. Pencegahan paling efektif adalah melalui pendeteksian dini dengan pemeriksaan pap smear, yang bisa mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang memiliki potensi berkembang menjadi sel kanker.
4. Kanker payudara
Kanker paling sering terjadi pada perempuan berumur di bawah 60 tahun adalah kanker payudara. Penyakit ini dapat diketahui sejak dini. Anda cukup memeriksa payudara sendiri (SADARI) setiap hari dan mencari apakah ada benjolan dan perubahan bentuk payudara yang tidak normal.
5. Anemia
Di Indonesia, 1 dari 2 penduduk menderita anemia. Dari sekian banyak penderita anemia, wanita usia reproduktiflah yang cenderung paling rentan. Untuk mencegah anemia, perbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan kurangi konsumsi teh dan kopi.
6. Depresi
Menurut WHO, perempuan lebih rentan mengalami depresi dan kecemasan dibandingkan kaum laki-laki. Diperkirakan ada 73 juta perempuan dewasa di seluruh dunia yang menderita gangguan depresi setiap tahunnya. Salah satu contoh gangguan depresi yang terjadi pada 13% perempuan adalah depresi yang terjadi setelah kelahiran (postpartum depressive disorder).
7. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Perempuan lebih sering menderita ISK dibanding pria karena perempuan memiliki uretra yang lebih pendek dan yang letaknya berdekatan dengan anus. Oleh karena itu, bakteri dari luar maupun yang terdapat pada anus lebih mudah mencapai saluran kemih perempuan. Selain itu, aktivitas seksual juga dapat meningkatkan risiko penyebaran bakteri ke saluran kemih.
8. Kelelahan kronis
Sindrom kelelahan kronis (Chronic Fatigue Syndrome-CFS) ditandai dengan kelelahan berkepanjangan disertai berbagai gejala lainnya. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan adalah adanya kelelahan setelah beraktivitas, tidak merasa bugar saat setiap bangun tidur, nyeri otot dan sendi, gangguan kemampuan berpikir kognitif, dan gejala kelelahan psikis.
9. Masalah berat badan
Sesuatu hal yang wajar jika setiap perempuan mendambakan penampilan yang sempurna, termasuk dalam hal bentuk tubuh. Namun, kadang-kadang kebiasaan makan makanan yang tidak sehat, pola makan yang tidak teratur, jarang berolahraga, dan kurang istirahat menyebabkan munculnya masalah berat badan.
10. Nyeri otot
Nyeri otot yang dialami oleh perempuan disebabkan oleh faktor hormonal, misalnya sakit kepala dan nyeri otot di bawah perut menjelang menstruasi, dan faktor eksternal yang dapat disebabkan oleh karena pemakaian sepatu berhak tinggi. Penggunaan sepatu hak tinggi ini berkaitan dengan gangguan pada otot-otot yang mengalami kontraksi berlebihan, terutama pada otot kaki dan otot betis yang berfungsi sebagai penopang.
Referensi:
- World Health Organization (WHO) 2010. HYPERLINK “http://www.who.int/” www.who.int/
- Hooton TM. Recurrent urinary tract infection in women. International Journal of Antimicrobial Agents 2001;17:259–68