[dropcap style=”font-size: 60px; color: #83D358;”]M[/dropcap]ama Riska marah-marah ketika tahu anaknya bungsunya, Adit (3) memukul teman mainnya. Tanpa tahu penyebab masalahnya, mama langsung memarahi Ando (6), si sulung. “Pasti kamu nih yang mengajarkan Adit memukul temannya. Tidak boleh begitu Ando, kamu kan seorang kakak, alangkah baiknya kalau kamu menjadi contoh untuk adik kamu. Jangan melakukan hal itu lagi yah sayang.”
Umumnya tradisi orang timur melihat sosok kakak sebagai contoh untuk adik-adiknya. Sebetulnya yang menjadi role model bagi anak adalah orangtua, namun perbedaan usia membuat adik-adik lebih “melihat” kakaknya daripada orangtua. Sering kali si adik juga lebih percaya apa kata kakak daripada orangtuanya, mengikuti segala hal yang dilakukan kakaknya dan lebih memuja (atau bahkan lebih membenci) kakak daripada orangtuanya. Ikatan batin antar saudara biasanya lebih kuat. Oleh karena itu, orangtua sering membuat keadaan dimana si kakak harus menjadi contoh bagi adik-adiknya. Apa itu beban? Ya, seringkali hal ini dirasakan kakak sebagai beban, kakak sering merasa selalu dikoreksi dan disalahkan, dituntut untuk sesempurna mungkin. Sedangkan adik cenderung bisa seenaknya saja karena adik lebih kecil. Hal ini pula yang seringkali membuat kakak akhirnya benci dengan adiknya.
Dalam ilmu psikologi, kondisi seperti ini ada yaitu bahwa anak pertama memiliki beban psikologis sebagai contoh bagi adik-adiknya. Dengan tuntutan harus selalu sempurna membuat si sulung menjadi seringkali takut tidak menampilkan yang terbaik, selalu merasa dikritisi oleh orang lain, dan menjadi pencemas. Eits, walaupun demikian ada juga efek baiknya kok. Mereka cenderung lebih bertanggung jawab, namun karena terbiasa menyuruh adiknya, mereka juga cenderung bossy.
Kadang tanpa sadar, kita sebagai orangtua berkata: “Lihat kakak, dia lebih rajin dibanding kamu.” Atau sebaliknya “Masak kamu sebagai kakak lebih malas dibanding adik? Kamu kan harusnya memberi contoh yang baik buat adik-adik kamu.” Sebaiknya kata-kata seperti ini jangan sampai keluar dari mulut orangtua, karena hal ini akan membuat anak merasa dibanding-bandingkan. Selain itu, bila hal ini berlanjut akan terjadi hubungan yang tidak sehat antar saudara. Kakak merasa terbebani karena dituntut untuk sempurna sedangkan adik akan merasa harus selalu sama dengan kakaknya. Padahal masing-masing anak itu unik, memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda-beda. Alangkah baiknya sebagai orangtua, kita membangun rasa saling menolong diantara mereka.
Tips :
- Lihat kekuatan dan kekurangan masing-masing anak karena mereka pribadi yang berbeda-beda.
- Jadikan kekuatan masing-masing anak menjadi model bagi anak yang lain. Jadi tidak melulu si kakak yang jadi role model.
- Bangun rasa saling membantu antara adik dan kakak (ini berhubungan dengan kekurangan masing-masing anak)
- Dan jangan lupa, role model yang utama adalah orangtua. Jadi jangan meminta si sulung menjadi sempurna padahal kita sebagai orangtua tidak bisa sempurna.
Dengan langkah-langkah di atas, yang kita kembangkan adalah hubungan yang baik antar saudara dan dengan kita sebagai orangtua.